Jumat, 04 Juli 2014

Kritikan Syaikh Abdul Hadi Al Umairy untuk Ustadz Luqman Ba’abduh (bagian 3)


Apalagi yang diucapkannya? Bacakan hal-hal yang penting saja!
(Luqman mengatakan): “Kemudian, ketika Saya tiba di Makkah dan diberi taufik untuk berjumpa dengan Syaikhunâ Rabî’ hafizhahullâh, maka Saya sampaikan hal ini ketika Kita bersama dalam mobil beliau. Beliau, “Syaikhunâ, katanya di Indonesia akan didirikan daurah, akan didatangkan Syaikh Utsman As-Salimy dan orang lagi bernama Dr. Abdul Hady Al-Umairy”.
(bantahan): “Perlu diketahui!, saya bukanlah seorang Doktor*. Orang yang mengucapkan perkataan ini telah keliru. Lihatlah! Orang ini tidak memiliki sikap Tatsabbut (baca: memastikan kebenaran sebuah berita)
(Luqman mengatakan) :dari Makkah sini. Syaikhunâ, “Ana enggak kenal dia. Ana enggak kenal.” Kemudian salah satu hadirin dari sebagian masyaikh yang ada di mobil itu mengatakan, “Ana a’rifu ya Syaikh. Ana tahu orang ini.” Naam. “Orang ini, dulu, sering menghadiri majelis-majelis Antum, pelajaran, kajian-kajian durûs Antum. Ketika Antum mulai mentahdzir Abul Hasan Al-Ma’riby, orang ini tidak nampak lagi dalam durûs atau kajian-kajian Antum. Ketika Antum mulai bicara tentang Ali-Al-Halaby, orang ini semakin tidak nampak dan mulai menampakkan ketidaksetujuannya.” Kemudian Syaikh turun dari mobil, dan Syaikh tahu siapa yang panitia daurahnya, Syaikh sudah tahu. Rijal haula Dzulqarnain”
(bantahan) : Berhenti sejenak!, kita akan membatahnya satu persatu.
Pertama salah satu Syaikh (yang ada dalam mobil), kalau seandainya kami menyikapi engkau seperti engkau menyikapi kami, niscaya kami katakan orang ini Majhul. Siapa syaikh yang engkau maksud tersebut?. Mengapa engkau tidak sebutkan namanya? Agar kami bisa memberikan memberikan bantahan terhadapanya. Kenapa engkau tidak mengtakan (secara jelas) “Di dalam mobil kami bersama Fulan, Fulan, dan Fulan yang mengatakan : saya kenal orang tersebut (Abdul Hadi)”
Biarkan agar saya mengenal orang tersebut! Kemudian kita lihat, apakah dia mengenalku atau tidak!. Sebutkan kepada kami wahai Luqman siapa orang tersebut. Kami (juga tinggal) di kota Mekah dan siap bertemu dengannya. Tidak ada permusuhan dan perselisihan di antara kami. Sebutkan kepada kami siapa orang yang mengaku mengenalku tersebut!
Luqman mengatakan bahwasanya aku sering menghadiri pelajaran Syaikh Rabi’. bukankah demikian ucapannya?!.
Saya belum pernah menghadiri pelajaran Syaikh Rabi’ dan orang -orang mengetahui hal tersebut dariku. Namun bukan karena tidak butuh dengan ilmu Syaikh Rabi’ dan bukan pula ingin lari dari majelisnya. Akan tetapi, saya memiliki jadwal mengajar (yang padat) dan pelajar-pelajar (yang membutuhkanku).
Dan selalu saya wasiatkan (ucapan ini adalah semata-mata keyakinan saya dalam beragama dan bukan krena tendensi lain) “Barang siapa yang ingin pergi ke majelis Syaikh Rabi’ dan dia memandang bisa mengambil banyak faidah dari beliau, hendaknya dia pergi (ke majelisnya)”.
Demikian yang aku wasiatkan. Dan terkadang saya mengatakan “Pergilah kalian ke majelis Syaikh Rabi’”. akan tetapi saya sendiri tidak pergi ke majelis beliau. Namun jika saya tidak mendatangi majelis beliau maka saya bukan lagi seorang Salafy?!
Orang yang mengatakan Syubhat tersebut, demi Allah dia tidaklah jujur. Dan saya menantangnya untuk memberikan bukti bahwasanya saya termasuk pelajar yang sering menghadiri majelis beliau.
Terkadang saya berkunjung ke rumah beliau hanya sekadar memberikan salam bersama Syaikh Waliyullah Abbas, terkadang saya menemani Syaikh Utsman As-Salimi yang ingin memberikan salam kepada beliau. Atau terkadang yang lain yang ingin berkunjung dan memberi salam kepada beliau “Ayo temani saya berkunjung dan memberi salam kepada Syaikh” karena saya mengetahui rumah beliau, lalu terkadang kami duduk di rumah beliau dan beliau memberikan pelajaran, setelah pelajaran selesai kami pun langsung pergi.
Dari mana syubhat ini diambil bahwasanya saya dahulu sering menghadiri majelis beliau?!.
Saya memiliki kehormatan. Dan tidaklah saya mengatakan ucapan ini dikarenakan tidak butuh kepada ilmu beliau. Bukan demikian!. (saya mengatakan ini) dikarenakan saya memiliki kesibukan saya memiliki jadwal mengajar (yang padat), saya mengajar di Masjidil Haram, saya memiliki pelajar-pelajar di Masjidku dan juga saya memiliki pelajar-pelajar di Masjidil Haram. Terlebih lagi saya memiliki beberapa penelitian ilmiyah, beberapa karya tulis (yang harus diselesaikan), dan juga saya memiliki keluarga, sehingga saya tidak memiliki waktu luang untuk menghadiri majelis beliau.
Dan hal ini bukanlah aib bagiku. Dahulu Al-A’masy hidup di satu negeri bersama sahabat Ibnu Abi Aufa, namun tidak satu pun hadits yang ia riwayatkan darinya.
Padahal mereka hidup di satu negeri. Bersama siapa? Bersama seorang sahabat. Bukankah demikian?! Tidak ada satu hadits pun yang diriwayatkannya.
Berarti, kalau dia (Al-A’masy) tidak menemui (Ibnu Abi Aufa) maka padanya ada catatan miring?!
Saya katakan “Syaikh Rabi’ tidak akan setuju dengan ucapan demikian”
Apakah orang yang tidak hadir dan tidak belajar kepada Syaikh Rabi’, maka dia bukanlah seorang Salafy?!
Saya yakin Syaikh Rabi’ tidak akan mengucapkan hal demikian.
Ini (bantahan syubhat) pertama. Syubhat berikutnya(Ketika Antum mulai mentahdzir Abul Hasan Al-Ma’riby, orang ini tidak nampak lagi dalam durûs atau kajian-kajian Antum) ucapan apa ini?!. Pertama, harus diketahui bahwasanya saya tidak pernah menghadiri pelajaran beliau, sehingga tidak mungkin dikatakan “saya tidak nampak lagi setelahnya”. Ini bantahan pertama. Bantahan berikutnya, demi Allah sebelum Syaikh Rabi’ mentahdzir (memperingatkan) tentang Abu Hasan, saya pernah mendengar rekaman suara Abul Hasan dan saya perdengarkan rekaman tersebut kepada Syaikh Washiyullah Abbas di mobilnya, lalu saya katakan “Wahai Syaikh, saya mendapati kejanggalan dalam hatiku tentang orang ini” karena dalam rekaman tersbebut dia mengatakan “Syaikh Al-Albani terlalu bergampang-gampangan (dalam menghukumi hadits)” dan dia mencari-cari dalam kitab Syaikh Al-Albani hadits-hadits (yang dalam anggapannya) Syaikh Al-Albani bergampang-gampang dalam menghukuminya. Ucapan ini terekam dengan suara Abul Hasan Al-Ma’ribi. Saya telah mendengarnya dan saya pun telah memperdengarkannya kepada Syaikh Washiyullah. Dan saya katakan “Apabila orang ini telah berbicara tentang Syaikh Al-Albani akan hal tersebut, maka orang ini ada catatan miring padanya.
Dia mencari-cari (kesalahan) ulama salaf dan ulama sunah. Kita sepakat bahwasanya Syaikh Al-Albani bukanlah orang yang maksum. Akan tetapi kelancangan yang engkau lakukan dalam menurunkan derajatnya lalu mengatakan “Sekarang saya sedang mencari-cari kesalahan yang ada dalam kitab-kitab beliau”?!.
(kemudian, wahai yang mengatakan tuduhan tersebut) mengapa engkau tidak datang kepadaku dan bertanya pendapatku tentang Abul Hasan Al-Ma’ribi. Bukankah demikian?! Saya tinggal di Mekah dan saya akan kembali ke Mekah. Silakan datang dan bertanya kepadaku “Bagaimana pendapatmu tentang Abul Hasan Al-Ma’ribi?” tidaklah saya katakan melainkan dengan ucapan yang saya yakini dalam beragama kepada Allah.
Saya adalah penuntut ilmu. Apabila saya mengatakan sesuatu, saya yakini hal tersebut akan dimintai pertanggung jawaban dariku di hadapan Allah kelak.
Apakah dia mengetahui pendapatku tentang Abul Hasan?! Sehingga dengannya dia menjatuhkan vonis? Apakah hal tersebut telah cukup untuk menjatuhkan vonis tehadap seseorang?
Apakah hal tersebut telah cukup?
Hal ini tidaklah cukup sama sekali!
Silakan datang dan bertanya kepadaku! “Apa pendapatmu tentangnya”
Inilah yang seharusnya dilakukan!
Orang yang mengatakan hal tersebut hidup satu kota dengaku. Bukankah demikian? Kenapa dia tidak datang dan menanyakan pendapatku?! Dia berani lancang terhadap kehormatan orang lain dan dengan ringan mengatakan “Saya mengenalnya wahai Syaikh”. Apa yang engkau ketahui tentangku?!
Orang-orang semacam ini memiliki kelancangan terhadap kehormatan orang lain
Kalau seandainya mereka benar-benar menginginkan keadilan, niscaya mereka akan mencari realita yang sebenarnya.
Adapun hanya semata-mata melandaskan para ucapan “Saya melihatnya mengikuti majelis kemudian dia meninggalkannya”, maka orang tersebut telah Majruh(ada kesalahan dalam manhajnya). Apakah ucapan semacam ini bisa diterima?
Tanyakan langsung kepadaku “Bagaimana pendapatmu tentang Abul Hasan?” dari pada engkau membuat sebuah kalimat yang akan dimintai pertanggung jawaban darinya di hari kiamat kelak. Seharusnya engkau langsung bertanya kepadaku “Bagaimana pendapatmu tentang Abul Hasan?”
Adapun engkau bersikap lancang dengan mengatakan “Saya mengenalnya” tentu saja engkau tidak mengenalku. Apabila ucapannya sesuai dengan yang disebutkan (Luqman) maka sungguh dia tidak mengenalku sama sekali”
Syaikh Muhammad Al-Imam mengenalku, Syaikh Utsman As-Salimi mengenalku, Syaikh Abdul Aziz Al-Buro’i. Mereka ini mengenalku. Tanyakan kepada mereka siapa saya?.
Dan saya telah perlihatkan kepada kalian rekomendasi dari mereka. Bukankah demikian?! Dan saya cukupkan rekomendasi dari ulama-ulama ini, dikarenan mereka inilah ulama-ulama besar lagi kokoh keilmuan dan kedudukannya. Namun orang-orang (yang manjatuhkan vonis majhul ini?!). kami menganggap para ulama (yang memberi rekomendasi ini) adalah ulama-ulama besar. Mereka semua mengenalku, silakan tanyakan kepada mereka! Bagaimana pendapatku tentang Si Fulan dan SI Fulan?. Adapun orang yang hanya asal-asalan mengucapkan perkataan “Wahai Syaikh, saya mengenalnya!” hal semacam ini tidak akan diterima diterima meskipun seorang yang masih pemula dalam menuntut ilmu. Orang yang masih pemula saja (terlebih lagi) yang sudah senior
Dimana (pengamalan) At-Tahaquq Wa At-Tatsabbut (pemastian suatu berita/ucapan)?!
Inilah permasalahan yang sedang kita hadapi zaman ini (tidak adanya) At-Tahaquq Wa At-Tatsabbut(pemastian suatu berita/ucapan)?!.
Kita sedang diuji dengan orang-orang yang betapa tergesah-gesahnya mereka dalam memvonis sesuatu. Saya hanya ingin mengetahui siapa orang yang mengatakan bahwasanya dia mengenalku.
Ulama-ulama yang telah saya sebutkan rekomendasi yang mereka peruntukkan khusus bagiku, apakah mereka tidak mengenalku?!. Mereka semua mengenalku dan saat ini mereka semua masih hidup dengan dianugerahi umur panjang. Kenapa saya menekankan hal ini, karena dia akan mengatakan “(Abdul Hadi) telah menganti dan merubah (apa yang telah direkomendasikan” hal ini adalah realita (yang telah terjadi) apabila mereka telah meninggal. Di antara mereka ada yang mengatakan “Rekomendasi itu adalah ucapan yang lama, dan dia telah merubah dan mengganti (dari apa yang telah direkomendasikan)”. Namun hal tersebut tidak berlaku (pada kasus ini)!. “Engkau penuntut ilmu?, ayo hadapi saya! Duduk bersamaku” dan saya siap untuk duduk dengan siapapun dari mereka sekalipun Luqman, kalau dia siap untuk duduk bersama hari ini!. Akan tetapi mereka tidak akan pernah mau dan mereka tidak akan mampu. Kenapa? Mereka tidak memiliki bukti, (yang dilontarkan mereka) hanyalah sekadar prasangka dan tuduhan.
Bukankah kalian telah mengatakan Majhul?! (kami balik bertanya) sumber ucapan(yang kalian jadikan landasan vonis) dari mana?.
Apakah ada di dalam rekaman pelajaran saya bahwasanya saya memuji (Abul Hasan Al-Ma’ribi)? Ataukah di dalam tulisan-tulisanku saya memujinya sehingga engkau mengatakan ucapan ini?!
“Seseorang tidaklah bertanggung jawab kecuali dari apa yang dia ucapkan atau tuliskan”. Apakah kalian pernah mendapatkan ucapanku yang memujinya?! Mereka tidak akan pernah mendapatkannya. Justru sebaliknya, dari awal kami telah mentahdzir (memperingatkan) orang-orang dari Abul Hasan. Agar orang yang menuduhkan hal tersebut bisa merasa tenang. Saya termasuk orang-orang yang membagikan bantahan Syaikh Rabi’ (terhadap Abul Hasan) dan saya katakan “Baca ini!” bacalah apa yang diucapkan Syaikh Rabi’ tentang orang ini (Abul Hasan). Dan selalu saya katakan bahwasanya beliau selalu mengatakan dengan menyebutkan jilid sekian, halaman sekian, dan kaset sekian.Bukan seperti yang dilakukan oleh orang-orang ini. Sangat jauh berbeda antara Manhaj Syaikh Rabi’ dengan Manhaj orang-orang ini.

*) Keterangan: Syaikh Abdul Hadi Al-’Umairi adalah alumni Magister Universitas Ummul Quro, dan beliau belum bergelar Doktor


Bersambung Insya Allah…

0 komentar:

Posting Komentar