Minggu, 06 Juli 2014

Kritikan Syaikh Abdul Hadi Al Umairy untuk Ustadz Luqman Ba’abduh (bagian 7-tamat)


“Setelah kami mendengar bantahan anda yang mantap terhadap ustadz Luqman, kami menginginkan beberapa arahan dari anda, -semoga Allah membalas anda dengan kebaikan- tentang keadaan Luqman yang masih mengisi beberapa muhadharah di Indonesia, apakah kami menghadirinya?
Perhatikan wahai ikhwan, perhatikan!
Saya tidak akan membuat makar untuknya sebagaimana yang ia perbuat pada diriku, kalian harus perhatikan hal ini!
Saya tidak men-jarhnya. Yang ingin saya katakan adalah, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah perihal kehormatan saudara-saudaranya. Bertaqwalah pada Allah perihal dakwah salafiyyah. Walaupun sebenarnya dia sudah terlalu lancang dalam berbicara, namun kami –segala puji bagi Allah- tidak akan membalas tipu dayanya dengan yang semisal. Kita hanya katakan, koreksi diri dan kesalahanmu terlebih dahulu. Kembalilah kepada saudara-saudaramu, letakkan tanganmu bersama mereka. Bawa mereka bersamamu ke hadapan para masyayikh, duduklah bersama masyayikh.
Jika seandainya orang ini (Luqman, pen) telah direkomendasikan oleh masyayikh yang dikenal, maka kita katakan padanya bertaqwalah pada Allah perihal kehormatan saudaramu, janganlah merusak persatuan, jangan engkau rusak persatuan yang ada pada saudara-saudaramu.
Apabila muhadharah-muhadaharah yang ia adakan, padanya terdapat beberapa catatan –buruk, pen-, maka kita harus membantahnya. Namun apabila didalamnya terdapat faedah, maka ambillah yang berfaedah darinya.
Saya katakan, sampai saat ini, bertaqwalah kepada Allah. Saya sangat berharap ia kembali bersama ikhwah disini hari ini, sebelum esok hari tiba. Demi Allah saya sangat menginginkan hal tersebut. Karena hal tersebut akan berdampak baik bagi dakwah ini. Tidak ada baiknya kita memperpanjang permusuhan dan pertikaian.
Saya katakan lagi, bertaqwalah pada Allah, dan jangan sekali-kali menyebabkan perpecahan pada dakwah yang sudah tegak di Indonesia. Sebagaimana yang telah terjadi di Yaman, di tangan Al Hajury dan siapapun yang mengikutinya. Jadilah dakwah disana terpecah menjadi dua sayap. Namun –segala puji bagi Allah-, tidaklah menyala api fitnah, melainkan Allah akan segera memadamkannya.
Maka kami sangat tidak mengharapkan dia (Luqman, pen) bersikap seperti sikap ini (sikap Al Hajury, pen). Demi Allah kami tidak menginginkannya. Yang kami inginkan adalah agar dia kembali, menenangkan pikiran dan akalnya, memutuskan kembali dengan bijak, duduk kembali bersama saudara-saudaranya dan berdiskusi bersama mereka. Adapun bersikeras meneruskan permusuhan ini, itulah yang sangat tidak kami harapkan. Koreksilah dirimu dan matangkanlah cara berpikirmu.
Na`am,,
Mereka mengatakan, Luqman ini tsiqah disisi Syaikh Rabi`. Baik, tidak ada bedanya. Kami tidak sedikit pun mengatakan bahwa dia tidak tsiqah disisi Syaikh Rabi`. Yang kami katakan adalah, bersama dengan kedudukannya disisi Syaikh Rabi`, itu bukan berarti dia lah yang berhak menjarh atau menta`dil. Ini yang harus kita mengerti. Dia sama sekali tidak memiliki hak!
Coba, apa yang tadi saya katakan? Saya katakan bahwa ia tidak memiliki hak dalam menjarh dan menta`dil.
Apakah Syaikh Rabi` mengatakan, “Anda wahai Luqman, engkau pantas untuk menjarh atau menta`dil” ?! “Anda boleh mengeluarkan seseorang dari salafiyyah sesuai pendapat anda dan juga boleh memasukkan ke dalam salafiyyah siapa yang anda pandang pantas” !?
Apakah Syaikh Rabi` mengatakan hal ini padanya?!
Kita katakan, baiklah, dia memang tsiqah di sisi Syaikh Rabi`. Akan tetapi perbuatannya terhadap saudaranya, itulah yang tidak kami setujui. Inilah yang tidak kita setujui.
Apakah jika dia tsiqah di sisi Syaikh Rabi`, lantas kita tidak boleh mengkritiknya? Saya sudah katakan bahwa dia ini orang yang mutasarri` (tergesa-gesa, pen). Dan saya akan bertanggung jawab akan ini dihadapan Allah. Mutasarri`. Hal paling jelas yang menunjukkan hal tersebut, adalah tindakannya membicarakan para ikhwah. Syaikh Ahmad Syamlan majhul. Abdul Hadi Al `Umairy majhul. Syaikh Rabi` tidak mengatakan majhul, apa yang beliau katakan? Saya tidak mengenalnya. Kita harus bedakan antara dua ungkapan ini.
Baiklah, anda tsiqah di sisi Syaikh Rabi`, -semoga Allah membalas anda dengan kebaikan-, akan tetapi sadar dirilah. Jangan menyangka –dengan ketsiqahan anda itu, pen-, lantas anda memiliki suatu kedudukan di Indonesia, sehingga anda dapat menghakimi masalah manhaj-manhaj –saudara anda, pen-. Betul atau tidak!? Inilah yang ingin saya katakan.
Anda, merujuklah kepada para `ulama, rujuklah! Asy-Syaikh Rabi` ada –segala puji bagi Allah- dan disana ada masyayikh lain. Anda sangka yang ada hanya Syaikh Rabi`?!
disana banyak yang lain! Syaikh Fauzan ada, benar atau tidak?! Syaikh Washiyyullah ada.
Alhamdulillah masyayikh masih ada, dan kesemua mereka adalah ulama`.
Baiklah Syaikh Rabi` merekomendasimu, lalu masyayikh yang lain? Mereka tidak mengenalmu! Andai kami mau memperlakukanmu semisal perlakuanmu terhadap kami, kami akan vonis anda sebagai majhul! Akan tetapi kami tidak menginginkan hal itu.
Syaikh Rabi` di sisi kami adalah seorang yang tsiqah, `alim, lagi diakui. Jika beliau merekomendasi dia (Luqman, pen), kami pasti akan terima hal tersebut. Namun bukan berarti jika beliau merekomendasi anda, anda lantas mendapat hashanah (kekebalan hukum, pen) dari beliau.
Benar atau tidak?!
Terserah anda mau katakan apa, anda berhak (atau) tidak?!
Saya katakan pada anda berhenti! Kami akan membantah anda. Apakah jika Asy-Syaikh Rabi` mengatakan Fulan Tsiqah, lantas ia tidak bisa dikritik walau ia bersalah?! Pengakuan seperti ini tidaklah benar, dan ketahuilah bahwa Syaikh selamanya tidak akan mengatakan hal demikian! Syaikh Rabi` merekomendasinya, namun kami tidak menyetujuinya pada apa yang telah ia perbuat pada saudara-saudaranya.
Juga saya katakan, bahwa Syaikh Rabi` sendiri tidaklah sependapat dengan beberapa kaedah yang ia berlakukan sekarang ini. Apakah Syaikh Rabi` menyetujui bahwa siapapun yang tidak pernah mendatangi beliau, mengunjungi beliau, belajar serta mengambil faedah dar beliau, bertanya kepada beliau secara langsung atau di sela-sela pelajaran, maka pada manhajnya ada yang salah?!
Hah?!
Apakah Syaikh akan menyetejuimu dalam kaedahmu ini?
Saya katakan tidak wahai saudaraku, berhati-hatilah! Tenang dan jangan tergesa-gesa!
Demi Allah ketergesa-gesaanmu inilah yang menjadi faktor ketergelinciranmu. Jangan tergesa-gesa! Engkau bisa lihat saudara-saudaramu disini adalah para penuntut ilmu. Mereka –juga- belajar pada masyayikh. Saudara Dzulqarnain, siapa saja gurunya? Syaikh Muqbil, Syaikh Fauzan, Syaikh Ahmad An-Najmi, mereka ini sudah belajar pada masyayikh salafiyyin.
Akan tetapi jika anda berselisih dengan mereka pada sebagian opini, permasalahan, maka kemarilah! Pintu dialog selalu terbuka didasari semangat persaudaraan. Dan kita tidak akan berdialog, kecuali dengan dihadiri para `ulama. Kita buat janji, datang kepada ulama, lalu kita duduk dan diskusi bersama. Adapun setiap kita bergembira dengan ketergelinciran saudaranya, lalu menyebarkannya di internet dihadapan manusia, ini tidaklah pantas dan tidak akan berhasil.
Saya sebutkan pada kalian sekarang, Asy Syaikh Muqbil tatkala Asy Syaikh Jamiilur Rahman mengikuti pemilu, apakah beliau serta merta menyebarkan dan mengkritisi beliau di depan umum?! Hah?! Demikianlah ikhwan, mereka inilah para `ulama.
Na`am

 Bagaimana jika tindakan bertanya kepada anda tentang perkataan Ustadz Luqman dianggap sebagai inti makar dari Ustadz Dzulqarnain dan teman-teman, -Syaikh tertawa- padahal Ustadz Dzulqarnain belum rujuk dan mengumumkan taubatnya seperti yang ia yakini?
Demi Allah Dzulqarnain ini belum saya kenal sampai sekarang. Demi Allah saya belum melihatnya sampai sekarang. Akan tetapi saya telah mendengat tentang saudara ini kebaikan yang banyak. Terus terang, saya telah mendengar tentangnya kebaikan yang banyak. Dari teman-teman yang bersamanya di sisi Syaikh Muqbil. Seperti Syaikh `Utsman, Syaikh Ahmad Syamlan. Mereka adalah teman-temanku yang mengenal beliau ini. Demikian pula masyayikh yang pernah ia belajar darinya, Syaikh Fauzan, Syaikh Muqbil, Syaikh Ahmad An-Najmy, apalagi setelah ini?
Orang ini telah saya dengar tentangnya kebaikan, dan baiknya dakwahnya disini. Berapa lama sudah dia disini? Setelah ia pulang dari perjalanannya menuntut ilmu? 15 tahun. Lihatlah sekarang dia di Indonesia. Dakwah telah tersebar, sungguh kebaikan yang besar. Bukankah demikian? Dia dan saudara-saudaranya, bukan dia sendiri, tidak. Dia bersama saudara-saudaranya, tentunya setelah pertolongan Allah. Apakah ia (Luqman, pen) tidak mengakui kebaikan ini padanya?
Apabila Akh Luqman memiliki catatan-catatan kesalahan beliau, bawalah hal tersebut pada `ulama, biarkan mereka yang menghukumi bahwa itu merupakan kesalahan. Bukan anda yang berhak melakukan hal tersebut. Benar atau tidak? Hanya `ulama yang berhak atas hal tersebut.
Masalahnya adalah, terlihat dari saudara Luqman, bahwa ia mendasari vonis-vonisnya diatas opini sebagian penuntut ilmu. Nasehatku adalah anda seharusnya merujuk kepada para `ulama, bukan penuntut ilmu. “Ada seseorang bersama kami (Luqman dan Syaikh Rabi`, berarti dia adalah pelajar, pen), lalu ia berkata bahwa ia tidak mengenalnya (Abdul Hadi Al `Umairy). Lalu dengan dasar demikian dia lantas menerbitkan sebuah vonis? Hah?! Perkataan apa ini?! Kembalilah kepada para masyayikh! Benar atau tidak?! Kembalilah pada masyayikh, lalu katakan, orang ini, bagaimana pendapat anda tentangnya?
Adapun tindakan anda mendatangi orang setingkat anda, bahkan bisa jadi setingkat dibawah anda, -sampai sekarang saya belum tahu siapa sebenarnya orang ini-, saya sangat ingin dia (Luqman, pen) menjelaskan padaku bahwa dia adalah Fulan bin Fulan. Saya ingin dia (Luqman, pen) berani maju lalu memberitahu saya siapa orang itu (yang mengatakan di mobil bahwa Syaikh Abdul Hadi pernah menghadiri majlis Syaikh Rabi`, pen). Katakan pada saya, siapa dia? agar kami bisa mengetahuinya. Benar atau tidak?! Harus ada yang berani mengatakan hal ini.
Kami katakan padanya (Luqman, pen), rujuklah pada `ulama, bukan pada penuntut ilmu! Rujuklah pada `ulama. Ambillah hukum dari mereka yang berilmu.
Luqman ini, jika ia mengunjungi Makkah, apakah ia mengunjungi Syaikh Washiyyullah? Dia tidak mengenalnya. Apakah ia mengunjungi Syaikh Muhammad Ali Adam? Ia –lagi-lagi, pen- tidak kenal. Apakah ia mengunjungi Syaikh Yahya Utsman? Ia –lagi-lagi, pen- tidak kenal.
Baik, mengapa dia tidak pergi mengunjungi para masyayikh?
Kunjungi mereka akhy!
Mereka adalah masyayikh Ahlus Sunnah, `ulama, apakah ia pernah mengunjungi Syaikh Fauzan?!
Tanyakan padanya hal-hal seperti ini!
Adapun tindakan anda sekarang, -padahal anda tidak mengenal kami-, lalu anda sembarangan mencacati kami karena tidak pernah mengunjungi Syaikh Rabi`? Lalu kami tidak diperbolehkan mencacati anda karena anda tidak mengunjungi masyayikh yang lain? Saya sudah katakan bahwa saya tidak akan membalas perlakuannya pada saya. Saya tidak akan membalasnya.
Saya hanya ingin katakan, seharusnya ia mengoreksi dirinya. Engkau bisa lihat bahwa perkataan yang ia bawakan ini, tidaklah disetujui oleh siapa pun.
Saya juga seorang penuntut ilmu yang mengetahui apa yang akan saya katakan. Tidak mungkin saya katakan bahwa siapapun yang tidak pernah hadir di majlis Syaikh Washiyyullah berarti majhul, tidak pernah hadir di sisi Syaikh Fulan berarti majhul. Tidak! Selama dia masih mengahdiri majlis Syaikh Rabi`, maka semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. Saya tidak akan membalasnya dengan yang semisal. Hanya koreksilah diri anda dan sangkaan-sangkaan anda. Jika tidak, hasil dari tindakan anda pasti akan tampak nantinya.
Kami katakan ini, sesuai apa yang telah kami alami, banyak, bukan di tempat kalian di Indonesia, mereka yang menempatkan diri pada posisi seperti ini, lalu pada akhirnya, apa?
Hancur!
Ini bukan dalam rangka mengungkapkan kesenangan saya akan ketergelincirannya. Saya tidak pernah menginginkannya hancur, yang saya inginkan adalah dia kembali bersama saudara-saudaranya, saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dimana saling tolong menolong menuju persatuan adalah yang paling agung diantaranya, serta tidak tolong menolong dalam dosa dan permusuhan, dimana usaha menuju perpecahan termasuk salah satu darinya.
Na`am
Wahai Syaikh, jika anda membicarakan Luqman disini, bukan dihadapan para masyayikh, maka akan jadi masalah?
Apa maksud dari pertanyaan ini? Siapa yang menanyakan ini? Jelaskan, tidak masalah..
Jika anda hanya berbicara dihadapan kami, namun tidak berbicara dihadapan masyayikh di Arab Saudi, maka hal tersebut akan menyisakan masalah bagi kami sepeninggal anda ke negeri anda nantinya. Dan akan tersebar isu bahwa ini adalah bentuk makar Ustadz Dzulqarnain dan mereka yang bersamanya?
Ikhwah, kalian lihat disini saya berbicara tentang Luqman hanya yang berkaitan dengan masalahku. Benar atau tidak? Perkataanku direkam. Hanya terkait hal-hal yang berkaitan denganku. Adapun apa yang berkaitan dengan kalian dan dakwah disini, maka saya wasiatkan untuk rujuk pada `ulama. Saya juga mengatakan tentang pembicaraan dia atas kalian di internet, jangan perdulikan hal tersebut! Tinggalkan dia! Biarkan dia mengatakan apa yang ia inginkan.
Adapun perkataanku saat ini, dalam rangka meyakinkan kalian bahwa orang ini tergesa-gesa. Saya masih mengatakan hal ini, dan menyarankan dia untuk berhati-hati. Jika ia mau rujuk dari apa yang ia katakan tentangku, maka saya akan katakan padanya jazaakallaahu khayran. Demi Allah, ini semua bukan dalam rangka menampakkan keutamaanku. Saya bersaksi pada Allah bahwa bukan itu yang saya inginkan. Hanya agar ia mau berhati-hati.
Seseorang yang mengatakan padaku perkataan semacam ini (majhul, pen), saya katakan padanya, anda tidak berhak untuk mengatakan hal tersebut. Cukup ajarkan manusia, tanamkan pada mereka dasar-dasar ilmu, sibukkanlah diri anda dengan ilmu. Adapun menjarh dan menta`dil, itu bukanlah keahlian maupun urusan anda.
Walau seandainya Syaikh Rabi` merekomendasikannya, namun Syaikh tidaklah menjadikannya rujukan bagi kalian di Indonesia. Benar atau tidak? Harus dibedakan antara dua hak ini.
Saya tidaklah mengenalnya dan seluk beluknya, saya hanya berucap tentangnya berkaitan apa yang telah ia ucapkan tentangku, benar atau tidak? Kemudian nampak bagiku dari cara yang ia tempuh untuk membantahku, bahwa dia adalah seorang mutasarri`. Orang ini tidaklah berjalan diatas kaedah para `ulama. Sama saja, ia suka ataupun tidak suka, inilah kebenaran yang saya berani pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Dia terima atau tidak, inilah ucapanku, diatas hujjah dan bukti-bukti, bukan didasari hawa nafsu.
Darimana engkau dapatkan kaedah dan perkataan seperti ini?!
Adapun pembicaraan dihadapan masyayikh, maka kalian akan melihatnya insyaAllah. Dan hasil dari semua ini akan tampak.
Kami selalu berdo`a kepada Allah untuk mengumpulkan serta mempersatukan kalian.
Na`am

TAMAT

Kritikan Syaikh Abdul Hadi Al Umairy untuk Ustadz Luqman Ba’abduh (bagian 6)


Arahan dariku, dan saya bukan lah pemberi arahan, dan tidak pula saya perintahkan kalian untuk menuruti arahanku.Hanyalah beberapa nasehat, yang kita saling menasehati dengannya.
Saya menemukan di hadapan saya para ikhwah yang mulia. Saya tidak berbasa-basi kepada seorang pun, bukan pula saya datang untuk berbasa-basi dengan seseorang. Saya mendapati para ikhwah yang mulia, bermanhaj salaf, manhaj `ulama, mereka memiliki kesalahan yang dijelaskan kepada saya, lalu didiskusikan bersama. Mereka manusia biasa, dan kesalahan-kesalahan tadi bisa diperbincangkan di sisi para `ulama. Maka anda bisa jadi melihat sesuatu sebagai kesalahan, namun sebenarnya itu bukanlah suatu kesalahan. Maka catatlah kesalahan-kesalahan tersebut, kemudian sampaikan pada para ulama`. Berdiskusilah! Jika yang kalian cari adalah kebenaran. Namun jika yang kalian inginkan adalah memenangkan pendapat masing-masing, maka kalian akan hidup dirongrong permusuhan tak berujung. Bukannya membangun, kalian malah menghancurkan.
Saudara Luqman ini, saya katakan,
Janganlah kalian tersibukkan dengannya!  Sedikit pun!  Sungguh!
Biarkan dia menulis apa yang ia ingin tulis, jangan pedulikan dia! Sibukkanlah diri kalian dalam menuntut ilmu, dengan apa yang lebih penting bagi kalian! Tinggalkan dia! Sungguh tidak akan ada pengaruh apapun pada kalian! Biarkan dia menulis apa yang ia inginkan!
Namun jika kamu malah membalas, kemudian dia membalas lagi, kalian saling berbantah-bantahan, itu sama saja kalian menyia-nyiakan umur dan waktu kalian!
Jangan! Tinggalkan dia! Biarkan dia menulis apa yang ia suka! Saya nasehatkan kalian untuk kembali pada para ulama`. Kembalilah pada mereka dan sampaikan kepada mereka perkara yang sebenarnya. Ini yang bisa saya katakan.
Kami mengajar siang dan malam. Kami bukannya bersembunyi di malam hari, atau memiliki majelis-majelis rahasia, tidak! Inilah kami, jelas bagaikan siang.
Apabila dia memiliki beberapa catatan, datanglah pada `ulama, merekalah yang akan menghakimi. Siapa saja yang ditemukan padanya kesalahan, kembalilah pada `ulama. Kebenaran adalah hal yang dicari oleh seorang mu`Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyyah, dan kesalahan selalu ada padanya. Adapun kita sibuk saling mengkritik satu dengan yang lainnya, maka tidak –pantas, pen-!
Saya katakan wahai saudara-saudara, tinggalkanlah dia! biarkan dia menulis apa yang ia inginkan! Jangan tersibukkan dengannya! Sibukkan diri kalian dengan urusan yang lebih penting! Menuntut ilmu, menghafal, pelajaran-pelajaran, halaqah-halaqah ilmu, berkumpul dengan ikhwah, dan untuk tidak saling berpecah.
Bukan hanya Luqman saja, siapa pun yang datang ingin memecah belah barisan kalian, jangan sibukkan diri kalian dengannya, biarkan dia! Bersamalah! Satukan hati dan kalimat kalian, kemudian kembalilah pada `ulama!!Jadikan mereka rujukan bagi kalian. `Ulama sunnah –alhamdulillah- banyak, dan berhubungan dengan mereka tidaklah perkara sulit. Dia (Luqman, pen) akan berhadapan dengan para `ulama. Kalian, sungguh Allah akan mencukupkan kalian. Biarkan dia setelah ini untuk menghadap para`ulama, apabila ia bisa menerima perkataan mereka.
Na`am,
Dia mentahdzir, dan kalian sudah mendengar bahwa dia –juga- mentahdzir diriku. Dia tidaklah mengenalku, sama sekali. Biarkan dia berkata. Kalian, jangan perdulikan!
Saudara-saudara, kuantitas bukanlah tolak ukur. Ada seorang Nabi datang pada hari kiamat, hanya disertai satu atau dua orang, bahkan ada yang tidak disertai oleh seorang pun. Bukankan perkataan Nabi lebih dapat diterima? Kalian tidak akan ditanyai tentang mereka (yang tidak mau mengikuti kalian, pen). Bukan hak kalian untuk memaksa manusia mengikuti seruan kalian. Siapa yang menginginkan kebenaran, hendaklah ia hadir.
Mengapa perkara ini menjadi seperti apa yang Allah kisahkan tentang Fir`aun, ketika ia berkata kepada kaumnya,
“Aku tidaklah mengemukakan kepada kalian (bahwa diriku adalah tuhan kalian), kecuali apa yang aku pandang baik bagi kalian, dan aku tiada menunjukkan kalian kecuali kepada jalan yang benar.”
Maka kaumnya pun serta merta mengikutinya. Kami tidak ingin kalian menjadi seperti mereka.
Apabila Luqman, atau selain Luqman, berkata, “Jangan hadiri majelis Fulan, jangan datang kepada Fulan”, tanyakan kepadanya, apa pendapat anda tentang si Fulan tersebut? Jika ia membawakan kepadamu fakta-fakta yang membuatnya ditahdzir, beberapa perkataan `ulama tentang bahaya si Fulan ini, maka ya, ikuti dia, karena kita selalu mengikuti `ulama kita sebagaimana yang kalian ketahui.  Akan tetapi jika datang seseorang, asal bicara, “Jangan hadiri majlis Fulan, jangan datang kepada Fulan”, maka perkataan semacam ini tidak benar.
Luqman, dia bukanlah rujukan kalian di Indonesia. Perkataan ini harus ia ketahui. Al Hajury dahulu ingin menjadi rujukan dimana? Di Yaman! Lalu apa hasil dari ambisinya tersebut?!
Ia runtuh!
Siapa saja yang berambisi mendapatkan ketenaran, Allah pasti akan jatuhkan dia! Siapa saja yang ingin muncul, menjadi rujukan satu-satunya di suatu tempat mengalahkan yang lain, maka tunggulah, cukuplah Allah yang membereskannya untuk kalian!
Saya katakan ini, orang yang mendapat kebahagiaan, adalah orang yang bisa menerima nasehat dari selainnya. Dan orang yang celaka, adalah orang yang hanya bisa mengambil pelajaran dari dirinya (setelah kehancurannya, pen).
Al Hajury dahulu pernah mengatakan, “Jika pendapat seluruh masyarakat dunia, sepakat mendukung pendapat Abdurrahman Al `Adny, sungguh saya tidak akan bergeming dari pendapat yang aku pegang!!”, atau perkataannya yang semakna dengan itu. Lihatlah bagaimana!? Apa akhir dari sikapnya tersebut?!
Kehancuran!
Oleh karena itu saya katakan, sekalian ikhwah, berhati-hatilah!! Kita memiliki `ulama, kita memiliki rujukan sampai sekarang! Mereka ada –segala puji bagi Allah- , masih hidup, dan mereka adalah gunung-gunung ilmu. Kita hanya merujuk kepada mereka.
Adapun seseorang yang datang ke sebuah daerah, lalu mengatakan bahwa wewenang untuk berbicara hanya miliknya, pergilah pada fulan, jangan pergi pada fulan, merujuklah kepada fulan, adalah hal yang tidak akan pernah kita terima.
Sekali lagi saya katakan wahai sekalian ikhwah, biarkan dia!! Dia dan yang selainnya (yang semisal, pen) Tinggalkan dia! Sungguh tidak tegak suatu dakwah pun, kecuali akan ada musuh yang akan merongrongnya.
Saya katakan, wahai Luqman!! Takutlah engkau kepada Allah! Simaklah hadits dari Rasulullah G ini!
“Wahai sekalian orang yang baru beriman dengan lisannya, namun keimanan belum memasuki relung hatinya, janganlah kalian ganggu kaum muslimin! Janganlah kalian cari-cari cela mereka! Sungguh siapa saja yang selalu mencari-cari cela saudaranya, Allah akan mencari-cari celanya! Dan siapapun yang telah Allah cari-cari celanya, Allah akan permalukan dia, walau ia bersembunyi di dalam rumahnya!!”
Jadikan hadits ini selalu didepan mata kalian wahai ikhwah! Bertaqwalah kepada Allah!
Na`am,
Bolehkah kami merekam perkataan anda ini?
Perkataan saya? Rekam dan sebarkan! Bukankah dari awal saya memulai ini sudah saya katakan untuk merekam dan menyebarkan? Tidak ada yang saya susupkan dan sembunyikan disini.
Demi Allah saat pertama kali saya datang, para ikhwah menceritakan hal ini pada saya, saya enggan untuk menanggapi. Demi Allah! Saya hanya katakan biarkan, biarkan dia.
Akan tetapi ketika saya menyadari bahwa sikap dalam menghadapi fenomena ini harus dijelaskan, -saya pun bicara, pen-. Demi Allah saya bukan ingin membela diri, saya hanya ingin membela para ikhwah selainku disini. Saya hanya ingin memperingatkan. Jika tidak, saya sangat tidak butuh untuk memperlihatkan rekomendasi-rekomendasi yang ada pada saya. Luqman mengenal saya atau tidak, tidak penting bagi saya –demi Allah!-. Akan tetapi saya tunjukkan pada kalian, agar kita bisa mengetahui, apa pendapat anda (Luqman, pen) tentang ini semua? Masyayikh ini, anda mengakui mereka atau tidak? Jika anda tidak terima, mereka sekarang masih hidup, pergi dan tanyakanlah langsung kepada mereka.
Orang yang tidak juga menerima rekomendasi Syaikh Washiyyullah Abbas, apalagi yang bisa kita katakan padanya? Hah?! Atau barangkali Syaikh Washiyyullah juga memiliki catatan –buruk- dalam manhaj beliau menurutnya? Syaikh Yahya Utsman, Syaikh Muhammad Ali Adam, Syaikh Muhammad Bazmul, ini rekomendasi mereka bisa kalian saksikan.
Mungkinkah mereka merekomendasiku namun tidak mengenalku? Kalian sudah dengar tadi bunyi rekomendasi mereka.“Dia (Syaikh Abdul Hadi Al Umairy, pen) telah bermulazamah sekian tahun..” Segala puji bagi Allah. Kami tumbuh, terdidik di tangan para `ulama. Kami tidak seperti sebagian manusia yang hanya belajar satu, dua, atau tiga tahun.
Tidak!,
Kami bermulazamah pada ulama` bertahun-tahun, dan kami masih melakukannya.Kemudian datang kepadamu seseorang, mengatakan
“Orang ini majhul!”
Apa pendapat kalian?!
Saya katakan wahai sekalian ikhwah, seyogyanya kita selalu bertaqwa kepada Allah dalam segala ucapan kita. Demi Allah tidak ada yang akan menyungkurkan seseorang diatas hidungnya di neraka, kecuali buah-buah busuk yang dihasilkan oleh lisan-lisan mereka. Maka bertaqwalah kepada Allah, dia (Luqman, pen) atau selainnya.

berambung Insya Allah…

Jumat, 04 Juli 2014

Kritikan Syaikh Abdul Hadi Al Umairy untuk Ustadz Luqman Ba’abduh (bagian 5)

Berikutnya..
Sudah habis?
Kalian sudah mendengar perkataan ini, apakah ini perkataan seorang penuntut ilmu? Masuk akalkah hal-hal seperti ini muncul dari seorang penuntut ilmu?!  Akhy, koreksi diri anda!  Mintalah keikhlashan dari saudara-saudaramu yang telah engkau zhalimi!
Demi Allah, saya peruntukkan sebuah nasehat padanya, berhati-hatilah, jangan tergesa-gesa, takutlah pada Allah, dan ketahuilah bahwa segala yang anda ucapkan, akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah. “Sungguh akan dicatat persaksian mereka, dan mereka akan ditanyai –tentangnya-“
Takutlah kepada Allah dalam perihal kehormatan saudara-saudaramu!
Adapun saya -demi Allah-, si Luqman ini mengenalku, atau dia tidak mengenalku, sungguh tidak akan memiliki nilai tambah bagiku, atau mengurangi apapun dariku. Benar, saya katakan fakta pada kalian.
Akan tetapi saya hanya katakan, takutlah pada Allah perihal kehormatan saudaramu yang lain. Perhatikanlah, semua yang ia ucapkan terbantahkan dengan ucapan dia sendiri.
seseorang bersama kami di mobil”, ternyata seseorang Tadi dia mengatakan “Ada itu juga majhul. Kemudian di kali yang lain dia mengatakan, “Kami mencium darinya aroma hizbiyyah.” Lihat, “kami mencium”, subhaanallah!! Hizbiyyah menjadi sesuatu yang beraroma, dan dia seakan memiliki indera penciuman yang kuat yang tidak dimiliki para masyayikh.
Ikhwaany, kita harus senantiasa bertaqwa kepada Allah.
Syaikh Muhammad Al Imam tidak memiliki manhajiyyah di Daarul Hadits Ma`bar. Mereka sudah katakan ini atau belum? Sudah!  Mereka katakan ini di masa kehidupan Syaikh Muqbil. Mereka berkumpul di maktabah, membuka kitab-kitab tentang manhaj, dan membicarakan hal tersebut diantara mereka.
Datanglah Syaikh Muqbil, lalu menindak mereka dengan sangat keras, mengkritik mereka dengan keras, karena perkataan tersebut tidaklah benar. Bagaimana mungkin benar? Sedangkan beliau selalu mengajar, letih mengajar, mendidik. Dan kami sudah melihat ribuan pelajar yang ada di sisi beliau. Engkau akan dapati beliau sibuk siang dan malam, berdakwah kepada Allah, mengatur pelajaran-pelajaran masyayikh di masjidnya, demikian pula pelajaran-pelajarannya sendiri, lalu anda katakan beliau tidak memilikimanhajiyyah? Baik, beritahu kami manhajiyyah seperti apa yang anda inginkan? Adapun engkau langsung memvonis orang lain begini, -sangatlah tidak pantas-, apa itu manhajiyyah?
Syaikh Muhammad Al-Imam, semenjak kehidupan Syaikh Muqbil, itulah markiz beliau, benar atau tidak?! Apakah Syaikh Muqbil pernah mengatakan bahwa Syaikh Muhammad Al Imam tidak memilikimanhajiyyah? Atau menurut anda beliau berubah sepeninggal Syaikh Muqbil? Disinilah letak permasalahannya.Ia akan mengatakan kepadamu bahwa beliau sudah berubah manhajnya. Syaikh Muhammad Al Imam, markiz beliau semenjak kehidupan Syaikh Muqbil, sampai kapan pun sama seperti itu, tidak ada yang berubah (Insya Allah).
Bagaimana manhaj Syaikh Al Imam dalam pandangan Syaikh Muqbil? Kalian pun pasti mengetahuinya.
Ikhwan, setiap manusia haruslah bertaqwa kepada Allah. Takutlah kepada Allah! Lepaskan diri anda dari tanggung jawab berat yang akan hadapi kelak! Kehormatan manusia bukanlah perkara sepele!
Bukan perkara sepele!
Saya telah menulis sebuah kitab, “Irsyaadul Khaliil fi Aadaabi man Yatakallamu fil jarhi wat ta`dil.”
Syaikh Washiyyullah Abbas yang memberi kata sambutannya, dan kitab itu ada sekarang.
Jika orang semisal saudara (Luqman, pen) ini membacanya dengan segala nash-nash fiqh yang ada padanya, bisa jadi kitab tersebut bisa ia terima, jika ia bisa menerima perkataan para salaf. Agar kita dapat berhati-hati dan tidak tergesa-gesa.
Dewasa ini, kita sangat membutuhkan persatuan dan saling dukung diantara kita.
Saya nasehatkan saudara (Luqman, pen) ini untuk kembali bersama saudara-saudaranya, mengadakan dialog bersama mereka. Tidak ada manusia yang terbebas dari kesalahan. Setiap kita memiliki kesalahan. Yang seharusnya adalah saling menasehati diantara kita. Jangan sampai kita membuka peluang untuk masuknya musuh kedalam persatuan kita. Sikapilah hal-hal seperti ini dengan kebijaksanaan dan saling menasehati dengan kebaikan.
Demi Allah para `ulama tidaklah melakukan hal seperti ini. Mereka tidak akan bersikap tergesa-gesa seperti yang kita dengar sekarang ini. Bahkan sebagian mereka menghargai kedudukan sebagian yang lain. Saya akan memberi sebuah contoh pada kalian sebagai penutup.
Asy Syaikh Muqbil, tidak ada seorang pun yang mengenal beliau, benarkah? Orang ini, telah berjuang dengan keras di jalan Allah, tidak mempengaruhinya celaan dan gangguan apapun selama membela agama Allah.
Kemudian Asy Syaikh Jamilur Rahman, kalian mengenalnya atau tidak?
Asy Syaikh Muqbil memiliki risalah tentang wafatnya Asy Syaikh Jamiilur Rahman.
Lalu apa pandangan Asy Syaikh Muqbil tentang Asy Syaikh Jamiilur Rahman? Apakah beliau memvonisnya sebagai ahli bid`ah?
Sebagai hizby?
Tidak!
Bahkan beliau mengakui kehormatan dan kedudukan Asy Syaikh Jamiil.  Bacalah risalah beliau!
Asy Syaikh Jamiilur Rahman semasa hidupnya, pernah mengikuti apa? Beliau pernah mengikuti pemilu.Kalian tahu hal ini atau tidak? Ya, beliau ikut pemilu. Dan ini terang-terangan disebut oleh Syaikh Muqbil dalam risalahnya. Akan tetapi bagaimana sikap Asy Syaikh Muqbil? Beliau mengatakan, “Saudara kami terjatuh dalam kesalahan..” Apakah beliau serta merta mengangkat pedang, menjatuhkan beliau, lalu memvonis beliau sebagai Hizby dan ahli bid`ah? Namun apa yang beliau katakan? Tertulis –demi Allah- wahai ikhwah dalam risalah Asy-Syaikh Muqbil. Bahwa beliau telah melakukan kesalahan berkaitan dengan tindakan beliau ini (mengikuti pemilu, pen), bersama dengan (itu saya tetap mengakui, pen) tingginya kedudukan beliau di sisiku (Asy-Syaikh Muqbil, pen).
Kalian lihat?!
Bagaimana cara para `ulama sunnah bermu`amalah sesama mereka? Mereka tidak saling memburu kesalahan diantara mereka.
Beliau menambahkan, “Walau kami tidak sependapat dengannya (masalah pemilu, pen), bahkan kami sangat anti terhadapnya.”
Lihatlah!, bersama dengan itu, beliau hanya mengatakan, “Beliau terjatuh dalam kesalahan.” Andai orang seperti dia (Luqman, pen) menyikapi hal ini, apa yang akan ia lakukan? Dia akan menimpakan bumi dan seisinya pada saudaranya yang bersalah.
Demikianlah para `ulama, mereka saling menghormati. Jika ada yang salah, cukup dinyatakan bersalah. Bukan berarti langsung dikeluarkan dari manhaj salaf secara total. Lihatlah kebijaksanaan Asy-Syaikh (Muqbil, pen), bagaimana beliau bersikap dalam situasi seperti ini.
Ikhwan, mereka lah `ulama kita, mereka gariskan untuk kita sebuah metode, yang  juga ditempuh oleh para pendahulu mereka yang baik. Mereka saling mewarisi metode ini.
Adapun seseorang yang tiba-tiba mendatangi kita dengan kaedah dan pernyataan yang baru, inilah yang tidak bisa kita terima. Dengan seluruh rasa hormat saya pada kalian semua, saya katakan, pernyataan anda tertolak, sama sekali kami tidak akan menerimanya, dan tidak ada penghargaan sedikit pun bagi anda.
Darimana engkau nukil perkataan ini?
Darimana engkau dapatkan kaedah ini?
Kita selalu mengkritik mereka yang mengada-adakan sebuah kaedah, lalu anda sendiri yang mendatangi kami dengan sebuah kaedah yang dibuat-buat?!
Kami meminta kepada Allah agar menunjukkan kita ke jalan-Nya dengan baik, mengokohkan kita diatas kebenaran. Memperlihatkan kepada kita kebenaran sebagai kebenaran serta menganugerahi kita kemampuan untuk mengikutinya, serta memperlihatkan kebathilan sebagai kebathilan, lalu menganugerahi kita kemampuan untuk menjauhinya. Mengokohkan kita diatas agama-Nya hingga kita menemui-Nya. Memberi faedah kepada kita dari ilmu yang Ia ajarkan pada kita, menjadikannya sebagai hujjah yang mendukung kita bukan menjatuhkan kita.
Demi Allah saya mencintai sebagian ikhwah, namun saya mendapati dari mereka semangat dan antusiasme yang tidak terkendali, serta kelancangan yang luar biasa.
Lancang, sungguh lancang mereka!
Demi Allah para ulama’ tidak lancang seperti mereka! Demi Allah para ulama’ tidak lancang seperti mereka! Akan tetapi sebagian mereka ini sangat lancang!
Maka kita memohon kepada Allah agar membantu kita untuk mengingat, mensyukuri, dan beribadah kepada-Nya dengan baik.
Wallaahu a`lam.

Bersambung Insya Allah

Kritikan Syaikh Abdul Hadi Al Umairy untuk Ustadz Luqman Ba’abduh (bagian 4)


Sangat jauh berbeda antara Manhaj Syaikh Rabi’ dengan Manhaj orang-orang ini.
Kalian mengetahui apa perbedaannya? Syaikh Rabi` seorang yang mutatsabbit (suka mengklarifikasi, pen), beliau tidak pernah menukil sesuatu yang muncul darimu, kecuali sesuatu yang benar-benar tak bisa engkau pungkiri, baik itu tertulis dengan tulisanmu, atau terekam dengan suaramu.
Dan saya meminta mereka membawakan padaku bukti berupa tulisanku atau rekaman suaraku (yang menunjukkan saya membela Abul Hasan, pen), dan mereka tidak akan mendapatkannya! Demikianlah, perbedaan jauh antara mereka, dengan Syaikh Rabi` -semoga Allah menjaganya, pen-. Beliau seorang `alim yang mulia, bukan orang yang tergesa-gesa.
Apalagi?
Syaikh siapa?
 “Syaikh Rabi`….”
Sungguh saya sampai hari ini menghargai beliau, menghormati dan mencintai beliau karena Allah. Apalagi yang dia inginkan? Apalagi yang ia inginkan dariku? Saya seorang penuntut ilmu. Terkadang seorang syaikh menuntut sebuah ilmu dari seorang guru, benar atau salah?! Sungguh saya sudah menuntut ilmu dari masyayikh lain yang diakui oleh Syaikh Rabi` manhaj, akidah, dan ilmu mereka. Mereka adalahmasyayikh. Sampai saat ini, jika beliau (Syaikh Rabi`, pen) ingin menghubungi mereka (guru-guru saya, pen) satu persatu –dan beliau berhak untuk itu-, untuk menyatakan tentang jati diri saya, maka silahkan!
 “Setidaknya akan dekat dengan Syaikh Rabî’ kalau dia semanhaj”
Ini termasuk kesalahan terbesar yang mereka jatuh padanya. Bukankan mereka mengatakan bahwa Abul Hasan suka membuat kaedah-kaedah baru? Mereka –dan begitu juga kami- mengkritik Abul Hasan disebabkan kaedah-kaedah baru yang ia ada-adakan. Bukankah begitu?
Lalu darimana anda mengambil kaedah diatas tadi? (bila semanhaj dengan Syaikh Rabi`, seharusnya Syaikh mengenalnyam pen). Darimana engkau dapatkan perkataan seperti ini?
Dengarkan wahai ikhwan, saya katakana pada Luqman dan selainnya, -saya berbicara diatas ilmu tentunya, dan saya bertanggung jawab atas apa yang akan aku katakan-, datangkan kepada saya ucapan atau tulisan Syaikh Rabi` yang menyatakan bahwa siapa saja yang tidak meghadiri pelajaran beliau, maka ia bukanlah seorang salafy!!?? Pergilah, temui Syaikh Rabi` dan tanyakan kepada beliau tentang perkataan ini, apakah beliau akan menyetujuimu?!?!
Adapun engkau wahai Luqman!! Engkau datang dengan membawa kaedah baru, mengatakan bahwa seandainya dia se-manhaj dengan Syaikh Rabi`, pasti dia akan dekat dengan beliau?!
Lalu bagaimana engkau mengetahui saya jauh dari beliau?! Saya sering mengunjungi beliau, berbicara dan mengucapkan salam pada beliau, namun –seperti yang kalian ketahui-, ratusan orang yang menemui beliau setiap harinya, benar atau tidak?!
Saya katakan, Al A`masy hidup satu negeri dengan Ibnu Abi Aufa, namun beliau tidak meriwayatkan satu pun hadits dari Ibnu Abi Aufa. Engkau wahai Luqman, jika engkau memang penuntut ilmu, periksalah di kitab-kitab hadits!!
Apa yang akan engkau katakana tentang manhaj Al A`masy ini, apa engkau akan berani mengatakan bahwa beliau tidak berada diatas manhaj Ibnu Abi Aufa –seorang sahabat- karena beliau tidak pernah meriwayatkan hadits darinya?
Perkataanmu tidaklah bisa diterima oleh siapapun yang berakal sehat. Datanglah kepada Syaikh, dan paparkan kaedahmu ini pada beliau, apakah beliau akan menyetujuimu?! Darimana engkau dapatkan kaedah seperti ini?
Syaikh Bin Baz, jika ada seseorang yang tidak pernah bermajlis dengan beliau, lantas dia bukan seorangsalafy? Belum cukupkah bagi anda masyayikh yang sudah saya sebutkan diatas? Saya menyertai mereka, bahkan ada yang sampai sekarang. Baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, mereka semua`ulama, Syaikh Rabi` sangat mengenal mereka semua. Saya menyertai mereka, selalu. Washiyyullah Abbas, saya menyertainya selama 15 tahun, bahkan sampai sekarang. Apakah manhaj Syaikh Washiyyullah menurut anda? Apakah perkataan anda ini masuk akal?
Apakah ikhwah yang tidak pernah menghadiri majlis Syaikh Washiyyullah atau Syaikh Ali Adam bukanlah seorang yang bermanhaj? Mayoritas ikhwah yang menyertai Syaikh Rabi`, tidak pernah menghadiri pelajaran kedua Syaikh diatas. Lantas apakah kami mencela mereka? Tidak!! Mereka memiliki udzur, mungkin kehabisan waktu, tidak memiliki waktu selain untuk hadir di majlis Syaikh Rabi` misalkan. Mungkin mereka memiliki prioritas lebih untuk hadir di sisi Syaikh Rabi` karena kebutuhan yang ada pada mereka. Tidak ada masalah sedikit pun dalam hal seperti ini.
Adapun perkataan anda,
“Kalau dia semanhaj dengan Syaikh Rabi`, tentu dia akan dekat dengan beliau”,
darimana engkau ambil kaedah ini?!
Bahkan kami –sampai sekarang- masih mencela mereka-mereka yang membuat kaedah-kaedah baru bagi para pemuda, semisal kaedah yang engkau ada-adakan ini. Lalu engkau datang dengan lancangnya mengusung kaedah barumu ini? –sungguh sangat tidak pantas, pen-.
Cukup, berhenti. Asy Syaikh Muhammad Bazmul, bukankah kalian sudah mendengar rekomendasi dari beliau untukku? – Asy Syaikh tertawa – , dia tidak mengerti, terburu-buru. Inilah akibat dari ketergesa-gesaan, cinta popularitas dan selalu ingin dikenal.
Kalian sudah mendengar pernyataan Syaikh Muhammad Bazmul. Keduanya saudara, dan Syaikh Ahmad Bazmul lebih tua dari beliau. Kalian sudah mendengar pernyataan beliau tentangku, bukankah begitu?
Lalu apalagi yang dia katakan?! Dan penduduk Makkah apa?
“dan thalabatul ‘ilm yang ada di Makkah itu senang untuk datang kepada Syaikh…”
Bukan, bukan. Yang pertama tadi, dan penduduk Mekkah mencintai Syaikh Rabi` dan apa?
“Dan Syaikh Muhammad Bazmul…”
Ulangi dari awal,,
“Orang Makkah itu senang Syaikh Muhammad Bazmul, Syaikh Ahmad Bazmul, wa masyaikh yang lainnya”
Siapa para Masyayikh yang lain? Ayo jawab, siapa yang engkau maksud? Mengapa engkau membiarkan perkataanmu mengambang seperti ini? Beritahu kami siapa yang engkau maksud? Asy-Syaikh Rabi`, Asy-Syaikh Ahmad Bazmul, dan Asy-Syaikh Muhammad saja? Hanya mereka masyayikh Makkah yang engkau anggap?
Engkau membantah dirimu dengan dirimu sendiri. Lihatlah Syaikh Muhammad Bazmul yang sekarang engkau katakan, beliaulah yang merekomendasikan diriku.
Dimana Masyayikh yang lain?
Dimana Syaikh Ali Adam?
Mengapa engkau tidak menyebutkan beliau?
Syaikh Washiyyullah, mengapa tidak engkau sebutkan?
Syaikh Yahya Utsman, mengapa?
Mereka masih hidup sampai sekarang saudara-saudara! Kalian bisa menjumpai mereka! Mengapa engkau tidak menyebut nama mereka? Engkau tidak menyukai mereka? Ataukah tidak mengenal mereka?
Seandainya kami ingin membalas setimpal perlakuanmu, kami akan katakan padamu perkataan seperti ini (bahwa engkau tidak mencintai para masyayikh yang tidak kamu sebut nama mereka, pen). Akan tetapi kami tidak mengatakan seperti apa yang engkau katakan. Saya katakan mungkin saja anda tidak mengenal mereka. Akan tetapi sungguh mereka ini masih ada, masih hidup.
Lalu siapa yang mengatakan kepadamu bahwa saya tidak menyukai Syaikh Rabi`?!
Saya bersaksi pada Allah bahwa saya mencintainya karena Allah!
Bagaimana bisa anda memvonisku demikian?! Sudahkah anda membelah dada saya?!
Engkau vonis saya tidak mencintai Syaikh Rabi`? Ataukah ia hanya sekedar sebuah kaedah yang engkau ada-adakan atas kami?!
“Siapa saja yang tidak pergi/belajar di sisi Syaikh Rabi`, berarti tidak menyukai beliau.”?!
Disinilah letak permasalahannya. Mereka mencela sebagian masyayikh yang sembarangan dalam meletakkan sebuah kaedah, namun ternyata mereka terjatuh pada lubang yang sama!! Namun –tentu saja- mereka tidak merasakannya.
Baik, masyayikh Makkah, siapa mereka?! Mengapa ia tidak menyebutkan dengan rinci?
Apakah hanya mereka yang ia sebutkan saja? Atau apa maksud anda? Apakah engkau ingin membatasi bahwa masyayikh Makkah hanya mereka yang engkau sebutkan saja?!
Syaikh Rabi` tidak akan menyetujuimu dalam hal ini! Mereka lah guru-guruku, kalian sudah mendengar rekomendasi mereka dengan telinga-telinga kalian, lihatlah yang ada padaku sekarang dengan mata-mata kalian. Saya tidak menyembunyikan apapun atau memutar balikkan fakta. Akan tetapi, apa sebenarnya yang membuat dia mengkritik diriku? Adakah sesuatu yang bisa kita terima dari pernyataan orang ini?
Baik, lanjutkan..
“dan thalabatul ‘ilm yang ada di Makkah itu senang untuk datang kepada Syaikh, durus-nya Syaikh, meminta nasihat, meminta …. Kalau dia di Makkah gak pernah mau datang ke majelis Syaikh Rabî’, ini ada catatan dalam manhaj Ahlissunnah “
- Asy Syaikh tertawa -
Seandainya dia tidak pernah mengatakan pernyataan –lucu, pen- seperti ini. Seandainya dia tidak pernah mengatakan pernyataan –lucu, pen- seperti ini. Saya ingin tahu, apakah benar Syaikh Rabi` menyetujui apa yang ia katakan ini. Apakah Syaikh Rabi` benar menyetujui apa yang saudara ini ucapkan? Bawalah ucapan ini kepada Syaikh Rabi`, lalu tanyakan sikap beliau tentangnya.
“Siapa saja yang tidak menghadiri majelisku, dan tidak memperkenalkan dirinya kepadaku, -saya ibnu Fulan ibnu fulan-, tidak membuat aku mengenalnya dan dia pun mengenalku, berarti orang tersebut memiliki catatan –buruk- pada manhajnya.”?!
Apakah beliau akan menyetujui pernyataan ini?
Saudara-saudara, apa yang bisa kita katakan tentang orang-orang seperti ini? Yang bisa kita ucapkan hanyalah “Ya Allah tuntunlah ia menuju jalanMu kembali”
Bagaimana kita menyikapi pernyataan seperti ini? Sebuah kaedah yang tidak seorang pun pernah mengucapkannya sebelumnya. Saya bertanya kepada kalian dengan nama Allah, dengarkan!
Tahukah kalian siapa Abdullah bin Mas`ud?
Dia seorang sahabat bukan?
Siapa anak beliau? Abu `Ubaidah.
Adakah ia pernah meriwayatkan satu hadits saja dari ayahnya? Perbedaan pendapat, -padahal mereka satu rumah- ada yang mengatakan tidak ada satu hadits pun yang pernah ia riwayatkan dari ayahnya. Ia tidak pernah mengambil faedah dari ayahnya. Lalu kemudian kita vonis bahwa manhaj beliau bermasalah?
Ikhwan, kaedah-kaedah ini darimana datangnya? Darimana sumbernya kaedah-kaedah ini?!  Apakah saya harus datang,  lalu merekam segala apa yang pernah saya tanyakan pada Syaikh Rabi`?  kaedah apa ini?  Syaikh Rabi` pun tidak pernah menyatakan kaedah seperti ini.
Lalu siapa yang mengatakan pada anda bahwa saya tidak pernah mengunjungi beliau? Saya mengunjungi beliau!! Tanyakan pada Syaikh Utsman, berapa kali kami sudah mengunjungi Syaikh Rabi`? Kami menyapanya, lalu pulang, beliau memang tidak mengenalku.  Saya akui ini, sampai saat ini, ini bukan aib dan tidak ada kesalahan Syaikh dalam hal ini. Bukan –demi Allah- kesalahan saya, bukan pula kesalahan Syaikh, hal yang biasa! Biasa dan wajar jika beliau tidak mengenal saya. Saya tidak butuh dikenal sebagai Syaikh besar, tidak! Cukup sebagai penuntut ilmu, kami datang kepada beliau, mengucapkan salam, menyapa, lalu pergi. Akan tetapi apakah Syaikh Rabi` harus mengenalku?
Disinilah letak permasalahannya

Bersambung Insya Allah…

Kritikan Syaikh Abdul Hadi Al Umairy untuk Ustadz Luqman Ba’abduh (bagian 3)


Apalagi yang diucapkannya? Bacakan hal-hal yang penting saja!
(Luqman mengatakan): “Kemudian, ketika Saya tiba di Makkah dan diberi taufik untuk berjumpa dengan Syaikhunâ Rabî’ hafizhahullâh, maka Saya sampaikan hal ini ketika Kita bersama dalam mobil beliau. Beliau, “Syaikhunâ, katanya di Indonesia akan didirikan daurah, akan didatangkan Syaikh Utsman As-Salimy dan orang lagi bernama Dr. Abdul Hady Al-Umairy”.
(bantahan): “Perlu diketahui!, saya bukanlah seorang Doktor*. Orang yang mengucapkan perkataan ini telah keliru. Lihatlah! Orang ini tidak memiliki sikap Tatsabbut (baca: memastikan kebenaran sebuah berita)
(Luqman mengatakan) :dari Makkah sini. Syaikhunâ, “Ana enggak kenal dia. Ana enggak kenal.” Kemudian salah satu hadirin dari sebagian masyaikh yang ada di mobil itu mengatakan, “Ana a’rifu ya Syaikh. Ana tahu orang ini.” Naam. “Orang ini, dulu, sering menghadiri majelis-majelis Antum, pelajaran, kajian-kajian durûs Antum. Ketika Antum mulai mentahdzir Abul Hasan Al-Ma’riby, orang ini tidak nampak lagi dalam durûs atau kajian-kajian Antum. Ketika Antum mulai bicara tentang Ali-Al-Halaby, orang ini semakin tidak nampak dan mulai menampakkan ketidaksetujuannya.” Kemudian Syaikh turun dari mobil, dan Syaikh tahu siapa yang panitia daurahnya, Syaikh sudah tahu. Rijal haula Dzulqarnain”
(bantahan) : Berhenti sejenak!, kita akan membatahnya satu persatu.
Pertama salah satu Syaikh (yang ada dalam mobil), kalau seandainya kami menyikapi engkau seperti engkau menyikapi kami, niscaya kami katakan orang ini Majhul. Siapa syaikh yang engkau maksud tersebut?. Mengapa engkau tidak sebutkan namanya? Agar kami bisa memberikan memberikan bantahan terhadapanya. Kenapa engkau tidak mengtakan (secara jelas) “Di dalam mobil kami bersama Fulan, Fulan, dan Fulan yang mengatakan : saya kenal orang tersebut (Abdul Hadi)”
Biarkan agar saya mengenal orang tersebut! Kemudian kita lihat, apakah dia mengenalku atau tidak!. Sebutkan kepada kami wahai Luqman siapa orang tersebut. Kami (juga tinggal) di kota Mekah dan siap bertemu dengannya. Tidak ada permusuhan dan perselisihan di antara kami. Sebutkan kepada kami siapa orang yang mengaku mengenalku tersebut!
Luqman mengatakan bahwasanya aku sering menghadiri pelajaran Syaikh Rabi’. bukankah demikian ucapannya?!.
Saya belum pernah menghadiri pelajaran Syaikh Rabi’ dan orang -orang mengetahui hal tersebut dariku. Namun bukan karena tidak butuh dengan ilmu Syaikh Rabi’ dan bukan pula ingin lari dari majelisnya. Akan tetapi, saya memiliki jadwal mengajar (yang padat) dan pelajar-pelajar (yang membutuhkanku).
Dan selalu saya wasiatkan (ucapan ini adalah semata-mata keyakinan saya dalam beragama dan bukan krena tendensi lain) “Barang siapa yang ingin pergi ke majelis Syaikh Rabi’ dan dia memandang bisa mengambil banyak faidah dari beliau, hendaknya dia pergi (ke majelisnya)”.
Demikian yang aku wasiatkan. Dan terkadang saya mengatakan “Pergilah kalian ke majelis Syaikh Rabi’”. akan tetapi saya sendiri tidak pergi ke majelis beliau. Namun jika saya tidak mendatangi majelis beliau maka saya bukan lagi seorang Salafy?!
Orang yang mengatakan Syubhat tersebut, demi Allah dia tidaklah jujur. Dan saya menantangnya untuk memberikan bukti bahwasanya saya termasuk pelajar yang sering menghadiri majelis beliau.
Terkadang saya berkunjung ke rumah beliau hanya sekadar memberikan salam bersama Syaikh Waliyullah Abbas, terkadang saya menemani Syaikh Utsman As-Salimi yang ingin memberikan salam kepada beliau. Atau terkadang yang lain yang ingin berkunjung dan memberi salam kepada beliau “Ayo temani saya berkunjung dan memberi salam kepada Syaikh” karena saya mengetahui rumah beliau, lalu terkadang kami duduk di rumah beliau dan beliau memberikan pelajaran, setelah pelajaran selesai kami pun langsung pergi.
Dari mana syubhat ini diambil bahwasanya saya dahulu sering menghadiri majelis beliau?!.
Saya memiliki kehormatan. Dan tidaklah saya mengatakan ucapan ini dikarenakan tidak butuh kepada ilmu beliau. Bukan demikian!. (saya mengatakan ini) dikarenakan saya memiliki kesibukan saya memiliki jadwal mengajar (yang padat), saya mengajar di Masjidil Haram, saya memiliki pelajar-pelajar di Masjidku dan juga saya memiliki pelajar-pelajar di Masjidil Haram. Terlebih lagi saya memiliki beberapa penelitian ilmiyah, beberapa karya tulis (yang harus diselesaikan), dan juga saya memiliki keluarga, sehingga saya tidak memiliki waktu luang untuk menghadiri majelis beliau.
Dan hal ini bukanlah aib bagiku. Dahulu Al-A’masy hidup di satu negeri bersama sahabat Ibnu Abi Aufa, namun tidak satu pun hadits yang ia riwayatkan darinya.
Padahal mereka hidup di satu negeri. Bersama siapa? Bersama seorang sahabat. Bukankah demikian?! Tidak ada satu hadits pun yang diriwayatkannya.
Berarti, kalau dia (Al-A’masy) tidak menemui (Ibnu Abi Aufa) maka padanya ada catatan miring?!
Saya katakan “Syaikh Rabi’ tidak akan setuju dengan ucapan demikian”
Apakah orang yang tidak hadir dan tidak belajar kepada Syaikh Rabi’, maka dia bukanlah seorang Salafy?!
Saya yakin Syaikh Rabi’ tidak akan mengucapkan hal demikian.
Ini (bantahan syubhat) pertama. Syubhat berikutnya(Ketika Antum mulai mentahdzir Abul Hasan Al-Ma’riby, orang ini tidak nampak lagi dalam durûs atau kajian-kajian Antum) ucapan apa ini?!. Pertama, harus diketahui bahwasanya saya tidak pernah menghadiri pelajaran beliau, sehingga tidak mungkin dikatakan “saya tidak nampak lagi setelahnya”. Ini bantahan pertama. Bantahan berikutnya, demi Allah sebelum Syaikh Rabi’ mentahdzir (memperingatkan) tentang Abu Hasan, saya pernah mendengar rekaman suara Abul Hasan dan saya perdengarkan rekaman tersebut kepada Syaikh Washiyullah Abbas di mobilnya, lalu saya katakan “Wahai Syaikh, saya mendapati kejanggalan dalam hatiku tentang orang ini” karena dalam rekaman tersbebut dia mengatakan “Syaikh Al-Albani terlalu bergampang-gampangan (dalam menghukumi hadits)” dan dia mencari-cari dalam kitab Syaikh Al-Albani hadits-hadits (yang dalam anggapannya) Syaikh Al-Albani bergampang-gampang dalam menghukuminya. Ucapan ini terekam dengan suara Abul Hasan Al-Ma’ribi. Saya telah mendengarnya dan saya pun telah memperdengarkannya kepada Syaikh Washiyullah. Dan saya katakan “Apabila orang ini telah berbicara tentang Syaikh Al-Albani akan hal tersebut, maka orang ini ada catatan miring padanya.
Dia mencari-cari (kesalahan) ulama salaf dan ulama sunah. Kita sepakat bahwasanya Syaikh Al-Albani bukanlah orang yang maksum. Akan tetapi kelancangan yang engkau lakukan dalam menurunkan derajatnya lalu mengatakan “Sekarang saya sedang mencari-cari kesalahan yang ada dalam kitab-kitab beliau”?!.
(kemudian, wahai yang mengatakan tuduhan tersebut) mengapa engkau tidak datang kepadaku dan bertanya pendapatku tentang Abul Hasan Al-Ma’ribi. Bukankah demikian?! Saya tinggal di Mekah dan saya akan kembali ke Mekah. Silakan datang dan bertanya kepadaku “Bagaimana pendapatmu tentang Abul Hasan Al-Ma’ribi?” tidaklah saya katakan melainkan dengan ucapan yang saya yakini dalam beragama kepada Allah.
Saya adalah penuntut ilmu. Apabila saya mengatakan sesuatu, saya yakini hal tersebut akan dimintai pertanggung jawaban dariku di hadapan Allah kelak.
Apakah dia mengetahui pendapatku tentang Abul Hasan?! Sehingga dengannya dia menjatuhkan vonis? Apakah hal tersebut telah cukup untuk menjatuhkan vonis tehadap seseorang?
Apakah hal tersebut telah cukup?
Hal ini tidaklah cukup sama sekali!
Silakan datang dan bertanya kepadaku! “Apa pendapatmu tentangnya”
Inilah yang seharusnya dilakukan!
Orang yang mengatakan hal tersebut hidup satu kota dengaku. Bukankah demikian? Kenapa dia tidak datang dan menanyakan pendapatku?! Dia berani lancang terhadap kehormatan orang lain dan dengan ringan mengatakan “Saya mengenalnya wahai Syaikh”. Apa yang engkau ketahui tentangku?!
Orang-orang semacam ini memiliki kelancangan terhadap kehormatan orang lain
Kalau seandainya mereka benar-benar menginginkan keadilan, niscaya mereka akan mencari realita yang sebenarnya.
Adapun hanya semata-mata melandaskan para ucapan “Saya melihatnya mengikuti majelis kemudian dia meninggalkannya”, maka orang tersebut telah Majruh(ada kesalahan dalam manhajnya). Apakah ucapan semacam ini bisa diterima?
Tanyakan langsung kepadaku “Bagaimana pendapatmu tentang Abul Hasan?” dari pada engkau membuat sebuah kalimat yang akan dimintai pertanggung jawaban darinya di hari kiamat kelak. Seharusnya engkau langsung bertanya kepadaku “Bagaimana pendapatmu tentang Abul Hasan?”
Adapun engkau bersikap lancang dengan mengatakan “Saya mengenalnya” tentu saja engkau tidak mengenalku. Apabila ucapannya sesuai dengan yang disebutkan (Luqman) maka sungguh dia tidak mengenalku sama sekali”
Syaikh Muhammad Al-Imam mengenalku, Syaikh Utsman As-Salimi mengenalku, Syaikh Abdul Aziz Al-Buro’i. Mereka ini mengenalku. Tanyakan kepada mereka siapa saya?.
Dan saya telah perlihatkan kepada kalian rekomendasi dari mereka. Bukankah demikian?! Dan saya cukupkan rekomendasi dari ulama-ulama ini, dikarenan mereka inilah ulama-ulama besar lagi kokoh keilmuan dan kedudukannya. Namun orang-orang (yang manjatuhkan vonis majhul ini?!). kami menganggap para ulama (yang memberi rekomendasi ini) adalah ulama-ulama besar. Mereka semua mengenalku, silakan tanyakan kepada mereka! Bagaimana pendapatku tentang Si Fulan dan SI Fulan?. Adapun orang yang hanya asal-asalan mengucapkan perkataan “Wahai Syaikh, saya mengenalnya!” hal semacam ini tidak akan diterima diterima meskipun seorang yang masih pemula dalam menuntut ilmu. Orang yang masih pemula saja (terlebih lagi) yang sudah senior
Dimana (pengamalan) At-Tahaquq Wa At-Tatsabbut (pemastian suatu berita/ucapan)?!
Inilah permasalahan yang sedang kita hadapi zaman ini (tidak adanya) At-Tahaquq Wa At-Tatsabbut(pemastian suatu berita/ucapan)?!.
Kita sedang diuji dengan orang-orang yang betapa tergesah-gesahnya mereka dalam memvonis sesuatu. Saya hanya ingin mengetahui siapa orang yang mengatakan bahwasanya dia mengenalku.
Ulama-ulama yang telah saya sebutkan rekomendasi yang mereka peruntukkan khusus bagiku, apakah mereka tidak mengenalku?!. Mereka semua mengenalku dan saat ini mereka semua masih hidup dengan dianugerahi umur panjang. Kenapa saya menekankan hal ini, karena dia akan mengatakan “(Abdul Hadi) telah menganti dan merubah (apa yang telah direkomendasikan” hal ini adalah realita (yang telah terjadi) apabila mereka telah meninggal. Di antara mereka ada yang mengatakan “Rekomendasi itu adalah ucapan yang lama, dan dia telah merubah dan mengganti (dari apa yang telah direkomendasikan)”. Namun hal tersebut tidak berlaku (pada kasus ini)!. “Engkau penuntut ilmu?, ayo hadapi saya! Duduk bersamaku” dan saya siap untuk duduk dengan siapapun dari mereka sekalipun Luqman, kalau dia siap untuk duduk bersama hari ini!. Akan tetapi mereka tidak akan pernah mau dan mereka tidak akan mampu. Kenapa? Mereka tidak memiliki bukti, (yang dilontarkan mereka) hanyalah sekadar prasangka dan tuduhan.
Bukankah kalian telah mengatakan Majhul?! (kami balik bertanya) sumber ucapan(yang kalian jadikan landasan vonis) dari mana?.
Apakah ada di dalam rekaman pelajaran saya bahwasanya saya memuji (Abul Hasan Al-Ma’ribi)? Ataukah di dalam tulisan-tulisanku saya memujinya sehingga engkau mengatakan ucapan ini?!
“Seseorang tidaklah bertanggung jawab kecuali dari apa yang dia ucapkan atau tuliskan”. Apakah kalian pernah mendapatkan ucapanku yang memujinya?! Mereka tidak akan pernah mendapatkannya. Justru sebaliknya, dari awal kami telah mentahdzir (memperingatkan) orang-orang dari Abul Hasan. Agar orang yang menuduhkan hal tersebut bisa merasa tenang. Saya termasuk orang-orang yang membagikan bantahan Syaikh Rabi’ (terhadap Abul Hasan) dan saya katakan “Baca ini!” bacalah apa yang diucapkan Syaikh Rabi’ tentang orang ini (Abul Hasan). Dan selalu saya katakan bahwasanya beliau selalu mengatakan dengan menyebutkan jilid sekian, halaman sekian, dan kaset sekian.Bukan seperti yang dilakukan oleh orang-orang ini. Sangat jauh berbeda antara Manhaj Syaikh Rabi’ dengan Manhaj orang-orang ini.

*) Keterangan: Syaikh Abdul Hadi Al-’Umairi adalah alumni Magister Universitas Ummul Quro, dan beliau belum bergelar Doktor


Bersambung Insya Allah…