Sabtu, 28 Desember 2013

Sebuah Kisah Nyata Tragedi Karimata Akibat Kekerasan Paduka Jember

Sore itu kami sekeluarga ada di kota Jember dalam rangka bersih-bersih rumah di perum muktisari. Rumah itu hampir 4 bulan tidak kami huni, tepatnya sejak kami dipaksa untuk meninggalkan kota jember oleh orang-orang yang tidak beradab dan jauh dari sifat manusiawi itu.
Ya…tragedi demi tragedi telah kami lalui. dan salah satu yang bisa kami ceritakan dalam kesempatan kali ini adalah tragedi yang terjadi di Jalan Karimata Jember.
Sore itu…seusai agenda bersih-bersih rumah, kami berencana untuk mengurus SPT perusahaan, dan perjalananpun kami lanjutkan menuju kantor pajak di jalan karimata JEMBER. Sejuknya hawa kota Jember mampu membuat kami untuk sejenak melupakan kenangan buruk di kota itu, dan kami tidak memilki firasat apapun ketika berita kedatangan kami di kota itu telah menjadi bahan pergunjingan diantara orang-orang pondok. Sehingga kami tidak merasa perlu untuk berprasangka apapun terhadap mereka.. Kami merasa juga tidak perlu terlalu berhati-hati, biasa-biasa saja lah, toh masalahnya sudah lama berlalu…itulah pikiran yang ada di benak kami waktu itu..
Mobil saya parkir di tepi jalan depan gedung kantor pajak dan didalam mobil tersebut masih tertinggal anak dan istri saya, sengaja memang tidak di parkir di dalam, karena rencananya tidak akan lama kami singgah di tempat itu. Sampai suatu saat mobil tersebut terlihat oleh salah satu orang pondok yang telah mencium kedatangan kami sekeluarga, dan orang ini telah hafal betul dengan ciri-ciri mobil yang kami kendarai.
Orang-orang pondok dengan penampilan muslim taat lengkap dengan aksesoris jenggot, peci, dan gamis, dalam pandangan kami yang baru belajar mengenal sunnah ini adalah orang-orang yang suci dengan tingkatan ma’rifat yang tinggi kepada Alloh, yang bersungguh-sungguh dalam keimanan dan ketaqwaan mereka. Apalagi label jihad ambon dan poso telah menempel di pundak-pundak mereka sehingga mereka (menurut kami saat itu) sangat layak untuk disebut sebagai mujahidin, dan sungguh kami merasa sangat mulia untuk hanya sekedar hidup berdampingan dengan mereka, menjadi teman-teman mereka adalah suatu yang sangat bernilai besar bagi kami. Karena motivasi tulah kami sekeluarga hijroh dari tanah kelahiran saya kota Surabaya menuju kota Jember. Dan sungguh tidak terbesit sedikitpun harapan dalam diri-diri kami kecuali harapan untuk mendapat JannahNya..
Salah satu orang pondok itu…sebut saja Pak Abu….sangat dikenal oleh anak saya….sebelum ini Pak Abu adalah sosok pria yang sangat dekat dengan keluarga kami, tidak jarang beliau menyempatkan waktu untuk makan siang dan atau makan malam di rumah kami.
Ya begitulah kedekatan dan persahabatan tidak ada artinya bila dibanding dengan loyalitas /wala wal baro’ kepada manhaj dan agama ini, itulah sebagian ilmu yang kami dapatkan dari para ustadz-ustadz kami. sehingga ketika tahdzir (peringatan bahaya) itu mengenai salah seorang diantara manusia maka secara sontak sikap dan muamalah kami akan berubah 180 derajat. Yang awalnya berteman akhirnya bermusuhan…ya begitulah kurang lebih konsekuensi dari manhaj yang kami yakini.. Dan tahdzir itu adalah hak prerogatif /ijtihad Ustadz kibar setelah meneliti dan menimbang. Dan sangat buruk akibatnya apabila tahdzir tersebut salah sasaran (DAN INI TIDAK JARANG TERJADI), dan apabila ini terjadi maka orang yang tidak bersalahpun akan terkena dampak tahdzir ini…dimusuhi, didzolimi, dan diusir. Dan musibah inilah yang menimpa keluarga kami.
Pak Abu cukup lama menyanggong kedatangan saya di dekat mobil kami. yang didalamnya masih berisi anak dan istri saya. ….
Urusan perpajakan yang berbelit akhirnya selesai juga, dan saya segera keluar gedung menuju mobil yang saya parkir di tepi jalan.
Sesampainya di pintu pagar gedung pajak terdengar teriakan anak saya….teriakan ketakutan..dari seorang anak berusia 4 tahun yang tidak tahu menahu urusan ini….demi mendengar teriakan itu…segera saya mempercepat langkah menuju mobil…tanpa di duga sekelebat bayangan seseorang menghampiri dari arah samping kiri, kemudian secara agresif dan dengan kata-kata kasar mulai mendekati saya. Dengan cekatan (seperti seorang yang terlatih)orang tsb mengunci badan saya dan menempelkan badan saya ke pintu mobil sehingga badan saya tidak dapat bergerak…seketika itu juga bapak satpam yang berjaga- di gedung pajak hendak memberi pertolongan, namun orang tersebut yang ternyata adalah Pak Abu yang sedari tadi menyanggong saya, meneriaki pak satpam ini sehingga pak satpan menjadi keder, mundur kebelakang, dan sembunyi di pos penjagaan…. Takut juga rupanya pak satpamnya.
Beberapa detik kemudian dari mulut seorang yang seharusnya sholih ini, keluarlah pesan-pesan sponsor …”Orang-orang pondok sudah tdk ada yg suka sama ente!”….dan meluncurlah sebuah pukulan telak yang mengenai pipi kiri saya. istri saya yang sedari tadi gelisah dan hanya bisa menyaksikan kejadian itu…beranjak mulai panik dan berteriak-teriak minta tolong, sampai-sampai bayi saya yang berumur 3 bulan terjatuh dan mengalami luka-luka..
Dalam keadaan yang kalut, mencekam dan serba darurat itulah Alloh memberikan pertolonganNya, dengan cepat istri saya menyodorkan spray pelumas mesin yang tergelatak di dek mobil, dan alhamdulillah dengan berbekal sedikit ilmu bela diri yang saya pelajari dulu, saya berhasil lepas dari kuncian Pak Abu dan berhasil meraih spray dari tangan istri saya, dengan secepat kilat kemudian spray itu saya semprotkan ke mata pak abu, rupanya semprotan itu mengejutkannya sampai dia terlonjak mundur dengan tangan ditutupkan ke wajah untuk melindungi matanya, dan seperti melihat hantu di siang hari pak abupun lari terbirit-birit, itulah pertolongan Alloh…dan Alloh berkendak atas segala sesuatu.
Dan keadaanpun berbalik, situasi yang menguntungkan itu tak sedikitpun saya sia-siakan, Karena saya khawatir tdk akan lama lagi mantan-mantan mujahidin teman-teman pak abu akan berdatangan, dan membantu pak abu. Maka dengan cepat saya meraih gagang pintu mobil dan mencoba untuk menstarternya. Namun sayang,…. rupanya pak abu sudah gelap mata, bagaikan singa yang takut kehilangan mangsanya,….pak abu mulai melancarkan serangannya kembali.
Jeritan anak-anak bercampur dengan tangis bayi dan teriakan perempuan mencabik-cabik keheningan sore itu, tapi itu semua tidak sedikitpun membuat reda serangan pak abu., wallohu a’lam apa yang menyebabkan seorang berpeci, berjenggot dan bergamis bisa melakukan tindakan yang sangat tidak berderajat itu.
Gerakan saya masih kalah cepat dengan jurus2 dari pak abu, dengan gaya layaknya seorang preman pasar yang kurang jatah setoran, pak abu menendang pintu mobil bagian sopir hingga jebol. dan Alhamdulillah mobil berhasil di starter dan saya langsung tancap gas melarikan mobil saya ke arah luar kota. Dalam keadaan pintu mobil yang jebol hampir tidak mungkin kami bisa melanjutkan perjalanan saya.
Rintik gerimis menambah sejuknya hawa kota jember di senja itu,….senja yang kelam…sekelam hati kami…Indah dan sejuknya kota Jember tak mampu memadamkan bara api permusuhan orang-orang pondok kepada kami.. Kami berlima tidak lebih dari sebuah keluarga urban yang berharap mendapatkan tempat dan teman yang lebih baik dari sisi agama. Kami hijroh berharap taqwa.dan JannahNya.. Tidak pernah terlintas sedikitpun pada benak kami akan terjadi.peristiwa2 yang mencekam ini….Sungguh dampak yang sangat buruk dari TAHDZIR USTADZ KIBAR YANG SALAH SASARAN Allohul musta’an….hanya kepada Alloh sajalah kami mengadu.
Mobilpun melaju dengan lesu, saya mengendarainya dengan satu tangan dan tangan yang lain memegangi daun pintu mobil yang jebol akibat tendangan maut pak abu…
Kami menyusuri jalan-jalan kota Jember nan rindang oleh pohon sono di tepi-tepi jalan, dan tanpa terasa kami tengah meluncur di jalan jawa yang penuh nostalgia, Pandangan kami serentak tertuju pada suatu rumah.
Rumah itu sekarang kosong…sepi…terlihat lebih bersih seperti baru direnovasi….ah…sudahlah itu masa lalu…kurang lebih begitulah yang sedang kami pikirkan. Kenangan demi kenangan seakan berhamburan memenuhi benak kami, Jawa 44, Marlina, Korupsi, Ishlah, tahdzir dan apa lagi…ah..sudahlah cukup, itu masa lalu…. sekali lagi saya mencoba menepis kenangan-kenangan buruk yang sedang berkutat di alam pikiran saya sendiri.
Senja itu….dzikir mengiringi perjalanan kami, tidak banyak percakapan yang kami lakukan, hanya istighfar dan ta’awudz yang samar-samar terdengar dari lisan-lisan kami. dan tetap dalam keadaan waspada yang diselimuti kekhawatiran kalau-kalau Pak Abu bersama orang-orang pondok melakukan pengejaran. Jangan sampai mereka dapat menangkap kami…itulah pikiran kekhawatiran yang menggelayut di benak kami.
Sepi…ya…kota Jember sepi sekali hari itu, atau mungkin hati kami saja yang sedang galau…sehingga membuat kota itu terasa sepi. Mobil melaju dengan lesu menyusuri jalan jawa,.. hingga sampailah kami di perempatan gedung DPRD, dari perempatan tersebut saya membelokkan mobil ke arah kiri, tepatnya menuju ke arah jalan sumatera, bukan tanpa alasan saya menuju jalan sumatera, bukan juga sekedar nostalgia, tapi saat itu kami sedang mencari-cari bengkel yang masih buka untuk memperbaiki mobil kami.
Setelah beberapa saat kami mencari, dengan tetap dalam keadaan yang kacau, mencekam dan waspada tibalah kami pada sebuah bengkel mobil yang sudah akan tutup, beberapa orang karyawan bengkel masih terlihat sibuk dengan aktivitasnya masing-masing sehingga kehadiran kami tidak seberapa mendapat perhatian mereka.
Mobil kami rusak parah…3 orang karyawan bengkel bersusah payah menempelkan pintu itu kembali ke tempatnya. Dan ketika kami berempat (saya dan 3 orang karyawan bengkel) sedang sibuk memperbaiki mobil…tiba-tiba melintaslah seseorang dengan sepeda pancal yang sepertinya saya kenal….ya dia hasan jalan sumatera…teman saya….dia orang pondok…kami(kami sekeluarga)tidak pernah punya masalah….hubungan kami selama ini baik-baik saja.
Dengan bergegas Hasan memacu sepedanya,… ketika melewati kami sepertinya dia melihat kami…namun heran tidak ada sapaan ataupun salam yang terdengar…
Tapi tiba-tiba terdengar sebuah suara yang melengking”…HAI PENJAHAT..!” Teriakan itu keras…sungguh keras sekali….terikan itu menggema memecah keheningan senja. Membuat kami terhenyak sesaat, dan kemudian terdiam, pandangan kami tertuju pada satu obyek yang sama,…pandangan kami tertuju pada hasan dan sepeda pancalnya yang semakin lama semakin menjauh, Hasan Jalan Sumatera itu…dia…dia yang melontarkan ucapan hina itu kepada kami …Subhanalloh….Sungguh Demi Alloh kami hanyalah sebuah keluarga yang mencoba bertaqwa kepadaNya dan terus berusaha bertaqwa agar bisa memasuki jannahNya. DEMI ALLOH KAMI BUKAN PENJAHAT …SUNGGUH DEMI ALLOH KAMI BUKAN PENJAHAT….Allohul musta’an….Allohul musta’an…..hanya kepada Alloh sajalah kami mengadu.
Saya teringat dengan kejadian tadi pagi, ketika kami baru saja menginjakkan kaki-kaki kami di bumi jember lagi. Pagi itu saya mengantar istri ke Puskesmas di Muktisari, Sambil duduk menunggu tiba-tiba datanglah salah satu ustadz pondok yang juga sdg mengantarkan keluarganya ke puskesamas. Saya berusaha untuk beramah tamah dan mencoba untuk memulai pembicaraan. Tapi aneh…sepertinya ustadz ini tidak mengenal saya, dalam raut wajah yang sangat menampakkan sikap permusuhan, sang ustadz hampir2 tidak mengacuhkan kehadiran saya.
Ternyata tahdzir itu telah meluas, berita bohong tentang kami yang disebarkan oleh orang-orang jahat itu menyebar dengan cepat, dan sampai berhasil mempengaruhi USTADZ KIBAR sehingga keluarlah RESOLUSI TAHDZIR yang berisi MAKLUMAT YANG MEMATIKAN..Resolusi tahdzir yang mematikan…ya…resolusi tahdzir yang mematikan agama kami….wal iyyadzubillah
Bersambung dalam judul lain InsyaAlloh…”RESOLUSI TAHDZIR YANG MUBADZIR”
bersambung
=====================================================

TERIMA KASIH KEPADA BAPAK-BAPAK DI POLRES JEMBER

Ucapan Terima Kasih untuk bapak-bapak di Kepolisian Resor Jember / POLRES JEMBER
Jazakumullohu khoiron, Semoga Allohu Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan bapak-bapak polisi di Kepolisian Resor Jember dengan sebaik-baiknya balasan dan semoga dilipat gandakan pahala atas amal sholeh beliau-beliau karena telah melaksanakan tugas sebagai Pengayom Masyarakat dengan baik.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak KAPOLRES JEMBER beserta jajarannya, terkhusus Unit Reserse dan Samapta, yang telah dengan sigap, cepat dan tepat menanggapi laporan yang kami berikan. Sehingga musibah yang dialami oleh keluarga kami tidak sampai berlarut-larut dan dengan tuntas dapat tertolong. Dan alhamdulillah saat ini trauma yang mengendap di benak kami, dan secara khusus membuat saya mengalami gangguan psikis tersebut telah sedikit demi sedikit terkikis. Sehingga saya sudah mulai bisa untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Dan semoga bapak-bapak polisi di tempat yang lain bisa menjadikan POLRES JEMBER sebagai contoh teladan dalam mengayomi masyarakat terkhusus dalam menanggapi laporan masyarakat.
Musibah itu…
Terasa berat jari-jemari ini untuk menuliskannya…
Perih di hati ini seakan tersayat belati
Menggelayut samar-samar rasa takut
dan segumpal gelisah yang menyesakkan dada
Saudaraku sungguh berat rasanya bagiku untuk mengenang kembali kisah itu, kadangkala ingin rasanya kukubur saja kenangan buruk ini bersama rasa sakit itu.

0 komentar:

Posting Komentar