Minggu, 06 Juli 2014

Kritikan Syaikh Abdul Hadi Al Umairy untuk Ustadz Luqman Ba’abduh (bagian 7-tamat)


“Setelah kami mendengar bantahan anda yang mantap terhadap ustadz Luqman, kami menginginkan beberapa arahan dari anda, -semoga Allah membalas anda dengan kebaikan- tentang keadaan Luqman yang masih mengisi beberapa muhadharah di Indonesia, apakah kami menghadirinya?
Perhatikan wahai ikhwan, perhatikan!
Saya tidak akan membuat makar untuknya sebagaimana yang ia perbuat pada diriku, kalian harus perhatikan hal ini!
Saya tidak men-jarhnya. Yang ingin saya katakan adalah, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah perihal kehormatan saudara-saudaranya. Bertaqwalah pada Allah perihal dakwah salafiyyah. Walaupun sebenarnya dia sudah terlalu lancang dalam berbicara, namun kami –segala puji bagi Allah- tidak akan membalas tipu dayanya dengan yang semisal. Kita hanya katakan, koreksi diri dan kesalahanmu terlebih dahulu. Kembalilah kepada saudara-saudaramu, letakkan tanganmu bersama mereka. Bawa mereka bersamamu ke hadapan para masyayikh, duduklah bersama masyayikh.
Jika seandainya orang ini (Luqman, pen) telah direkomendasikan oleh masyayikh yang dikenal, maka kita katakan padanya bertaqwalah pada Allah perihal kehormatan saudaramu, janganlah merusak persatuan, jangan engkau rusak persatuan yang ada pada saudara-saudaramu.
Apabila muhadharah-muhadaharah yang ia adakan, padanya terdapat beberapa catatan –buruk, pen-, maka kita harus membantahnya. Namun apabila didalamnya terdapat faedah, maka ambillah yang berfaedah darinya.
Saya katakan, sampai saat ini, bertaqwalah kepada Allah. Saya sangat berharap ia kembali bersama ikhwah disini hari ini, sebelum esok hari tiba. Demi Allah saya sangat menginginkan hal tersebut. Karena hal tersebut akan berdampak baik bagi dakwah ini. Tidak ada baiknya kita memperpanjang permusuhan dan pertikaian.
Saya katakan lagi, bertaqwalah pada Allah, dan jangan sekali-kali menyebabkan perpecahan pada dakwah yang sudah tegak di Indonesia. Sebagaimana yang telah terjadi di Yaman, di tangan Al Hajury dan siapapun yang mengikutinya. Jadilah dakwah disana terpecah menjadi dua sayap. Namun –segala puji bagi Allah-, tidaklah menyala api fitnah, melainkan Allah akan segera memadamkannya.
Maka kami sangat tidak mengharapkan dia (Luqman, pen) bersikap seperti sikap ini (sikap Al Hajury, pen). Demi Allah kami tidak menginginkannya. Yang kami inginkan adalah agar dia kembali, menenangkan pikiran dan akalnya, memutuskan kembali dengan bijak, duduk kembali bersama saudara-saudaranya dan berdiskusi bersama mereka. Adapun bersikeras meneruskan permusuhan ini, itulah yang sangat tidak kami harapkan. Koreksilah dirimu dan matangkanlah cara berpikirmu.
Na`am,,
Mereka mengatakan, Luqman ini tsiqah disisi Syaikh Rabi`. Baik, tidak ada bedanya. Kami tidak sedikit pun mengatakan bahwa dia tidak tsiqah disisi Syaikh Rabi`. Yang kami katakan adalah, bersama dengan kedudukannya disisi Syaikh Rabi`, itu bukan berarti dia lah yang berhak menjarh atau menta`dil. Ini yang harus kita mengerti. Dia sama sekali tidak memiliki hak!
Coba, apa yang tadi saya katakan? Saya katakan bahwa ia tidak memiliki hak dalam menjarh dan menta`dil.
Apakah Syaikh Rabi` mengatakan, “Anda wahai Luqman, engkau pantas untuk menjarh atau menta`dil” ?! “Anda boleh mengeluarkan seseorang dari salafiyyah sesuai pendapat anda dan juga boleh memasukkan ke dalam salafiyyah siapa yang anda pandang pantas” !?
Apakah Syaikh Rabi` mengatakan hal ini padanya?!
Kita katakan, baiklah, dia memang tsiqah di sisi Syaikh Rabi`. Akan tetapi perbuatannya terhadap saudaranya, itulah yang tidak kami setujui. Inilah yang tidak kita setujui.
Apakah jika dia tsiqah di sisi Syaikh Rabi`, lantas kita tidak boleh mengkritiknya? Saya sudah katakan bahwa dia ini orang yang mutasarri` (tergesa-gesa, pen). Dan saya akan bertanggung jawab akan ini dihadapan Allah. Mutasarri`. Hal paling jelas yang menunjukkan hal tersebut, adalah tindakannya membicarakan para ikhwah. Syaikh Ahmad Syamlan majhul. Abdul Hadi Al `Umairy majhul. Syaikh Rabi` tidak mengatakan majhul, apa yang beliau katakan? Saya tidak mengenalnya. Kita harus bedakan antara dua ungkapan ini.
Baiklah, anda tsiqah di sisi Syaikh Rabi`, -semoga Allah membalas anda dengan kebaikan-, akan tetapi sadar dirilah. Jangan menyangka –dengan ketsiqahan anda itu, pen-, lantas anda memiliki suatu kedudukan di Indonesia, sehingga anda dapat menghakimi masalah manhaj-manhaj –saudara anda, pen-. Betul atau tidak!? Inilah yang ingin saya katakan.
Anda, merujuklah kepada para `ulama, rujuklah! Asy-Syaikh Rabi` ada –segala puji bagi Allah- dan disana ada masyayikh lain. Anda sangka yang ada hanya Syaikh Rabi`?!
disana banyak yang lain! Syaikh Fauzan ada, benar atau tidak?! Syaikh Washiyyullah ada.
Alhamdulillah masyayikh masih ada, dan kesemua mereka adalah ulama`.
Baiklah Syaikh Rabi` merekomendasimu, lalu masyayikh yang lain? Mereka tidak mengenalmu! Andai kami mau memperlakukanmu semisal perlakuanmu terhadap kami, kami akan vonis anda sebagai majhul! Akan tetapi kami tidak menginginkan hal itu.
Syaikh Rabi` di sisi kami adalah seorang yang tsiqah, `alim, lagi diakui. Jika beliau merekomendasi dia (Luqman, pen), kami pasti akan terima hal tersebut. Namun bukan berarti jika beliau merekomendasi anda, anda lantas mendapat hashanah (kekebalan hukum, pen) dari beliau.
Benar atau tidak?!
Terserah anda mau katakan apa, anda berhak (atau) tidak?!
Saya katakan pada anda berhenti! Kami akan membantah anda. Apakah jika Asy-Syaikh Rabi` mengatakan Fulan Tsiqah, lantas ia tidak bisa dikritik walau ia bersalah?! Pengakuan seperti ini tidaklah benar, dan ketahuilah bahwa Syaikh selamanya tidak akan mengatakan hal demikian! Syaikh Rabi` merekomendasinya, namun kami tidak menyetujuinya pada apa yang telah ia perbuat pada saudara-saudaranya.
Juga saya katakan, bahwa Syaikh Rabi` sendiri tidaklah sependapat dengan beberapa kaedah yang ia berlakukan sekarang ini. Apakah Syaikh Rabi` menyetujui bahwa siapapun yang tidak pernah mendatangi beliau, mengunjungi beliau, belajar serta mengambil faedah dar beliau, bertanya kepada beliau secara langsung atau di sela-sela pelajaran, maka pada manhajnya ada yang salah?!
Hah?!
Apakah Syaikh akan menyetejuimu dalam kaedahmu ini?
Saya katakan tidak wahai saudaraku, berhati-hatilah! Tenang dan jangan tergesa-gesa!
Demi Allah ketergesa-gesaanmu inilah yang menjadi faktor ketergelinciranmu. Jangan tergesa-gesa! Engkau bisa lihat saudara-saudaramu disini adalah para penuntut ilmu. Mereka –juga- belajar pada masyayikh. Saudara Dzulqarnain, siapa saja gurunya? Syaikh Muqbil, Syaikh Fauzan, Syaikh Ahmad An-Najmi, mereka ini sudah belajar pada masyayikh salafiyyin.
Akan tetapi jika anda berselisih dengan mereka pada sebagian opini, permasalahan, maka kemarilah! Pintu dialog selalu terbuka didasari semangat persaudaraan. Dan kita tidak akan berdialog, kecuali dengan dihadiri para `ulama. Kita buat janji, datang kepada ulama, lalu kita duduk dan diskusi bersama. Adapun setiap kita bergembira dengan ketergelinciran saudaranya, lalu menyebarkannya di internet dihadapan manusia, ini tidaklah pantas dan tidak akan berhasil.
Saya sebutkan pada kalian sekarang, Asy Syaikh Muqbil tatkala Asy Syaikh Jamiilur Rahman mengikuti pemilu, apakah beliau serta merta menyebarkan dan mengkritisi beliau di depan umum?! Hah?! Demikianlah ikhwan, mereka inilah para `ulama.
Na`am

 Bagaimana jika tindakan bertanya kepada anda tentang perkataan Ustadz Luqman dianggap sebagai inti makar dari Ustadz Dzulqarnain dan teman-teman, -Syaikh tertawa- padahal Ustadz Dzulqarnain belum rujuk dan mengumumkan taubatnya seperti yang ia yakini?
Demi Allah Dzulqarnain ini belum saya kenal sampai sekarang. Demi Allah saya belum melihatnya sampai sekarang. Akan tetapi saya telah mendengat tentang saudara ini kebaikan yang banyak. Terus terang, saya telah mendengar tentangnya kebaikan yang banyak. Dari teman-teman yang bersamanya di sisi Syaikh Muqbil. Seperti Syaikh `Utsman, Syaikh Ahmad Syamlan. Mereka adalah teman-temanku yang mengenal beliau ini. Demikian pula masyayikh yang pernah ia belajar darinya, Syaikh Fauzan, Syaikh Muqbil, Syaikh Ahmad An-Najmy, apalagi setelah ini?
Orang ini telah saya dengar tentangnya kebaikan, dan baiknya dakwahnya disini. Berapa lama sudah dia disini? Setelah ia pulang dari perjalanannya menuntut ilmu? 15 tahun. Lihatlah sekarang dia di Indonesia. Dakwah telah tersebar, sungguh kebaikan yang besar. Bukankah demikian? Dia dan saudara-saudaranya, bukan dia sendiri, tidak. Dia bersama saudara-saudaranya, tentunya setelah pertolongan Allah. Apakah ia (Luqman, pen) tidak mengakui kebaikan ini padanya?
Apabila Akh Luqman memiliki catatan-catatan kesalahan beliau, bawalah hal tersebut pada `ulama, biarkan mereka yang menghukumi bahwa itu merupakan kesalahan. Bukan anda yang berhak melakukan hal tersebut. Benar atau tidak? Hanya `ulama yang berhak atas hal tersebut.
Masalahnya adalah, terlihat dari saudara Luqman, bahwa ia mendasari vonis-vonisnya diatas opini sebagian penuntut ilmu. Nasehatku adalah anda seharusnya merujuk kepada para `ulama, bukan penuntut ilmu. “Ada seseorang bersama kami (Luqman dan Syaikh Rabi`, berarti dia adalah pelajar, pen), lalu ia berkata bahwa ia tidak mengenalnya (Abdul Hadi Al `Umairy). Lalu dengan dasar demikian dia lantas menerbitkan sebuah vonis? Hah?! Perkataan apa ini?! Kembalilah kepada para masyayikh! Benar atau tidak?! Kembalilah pada masyayikh, lalu katakan, orang ini, bagaimana pendapat anda tentangnya?
Adapun tindakan anda mendatangi orang setingkat anda, bahkan bisa jadi setingkat dibawah anda, -sampai sekarang saya belum tahu siapa sebenarnya orang ini-, saya sangat ingin dia (Luqman, pen) menjelaskan padaku bahwa dia adalah Fulan bin Fulan. Saya ingin dia (Luqman, pen) berani maju lalu memberitahu saya siapa orang itu (yang mengatakan di mobil bahwa Syaikh Abdul Hadi pernah menghadiri majlis Syaikh Rabi`, pen). Katakan pada saya, siapa dia? agar kami bisa mengetahuinya. Benar atau tidak?! Harus ada yang berani mengatakan hal ini.
Kami katakan padanya (Luqman, pen), rujuklah pada `ulama, bukan pada penuntut ilmu! Rujuklah pada `ulama. Ambillah hukum dari mereka yang berilmu.
Luqman ini, jika ia mengunjungi Makkah, apakah ia mengunjungi Syaikh Washiyyullah? Dia tidak mengenalnya. Apakah ia mengunjungi Syaikh Muhammad Ali Adam? Ia –lagi-lagi, pen- tidak kenal. Apakah ia mengunjungi Syaikh Yahya Utsman? Ia –lagi-lagi, pen- tidak kenal.
Baik, mengapa dia tidak pergi mengunjungi para masyayikh?
Kunjungi mereka akhy!
Mereka adalah masyayikh Ahlus Sunnah, `ulama, apakah ia pernah mengunjungi Syaikh Fauzan?!
Tanyakan padanya hal-hal seperti ini!
Adapun tindakan anda sekarang, -padahal anda tidak mengenal kami-, lalu anda sembarangan mencacati kami karena tidak pernah mengunjungi Syaikh Rabi`? Lalu kami tidak diperbolehkan mencacati anda karena anda tidak mengunjungi masyayikh yang lain? Saya sudah katakan bahwa saya tidak akan membalas perlakuannya pada saya. Saya tidak akan membalasnya.
Saya hanya ingin katakan, seharusnya ia mengoreksi dirinya. Engkau bisa lihat bahwa perkataan yang ia bawakan ini, tidaklah disetujui oleh siapa pun.
Saya juga seorang penuntut ilmu yang mengetahui apa yang akan saya katakan. Tidak mungkin saya katakan bahwa siapapun yang tidak pernah hadir di majlis Syaikh Washiyyullah berarti majhul, tidak pernah hadir di sisi Syaikh Fulan berarti majhul. Tidak! Selama dia masih mengahdiri majlis Syaikh Rabi`, maka semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. Saya tidak akan membalasnya dengan yang semisal. Hanya koreksilah diri anda dan sangkaan-sangkaan anda. Jika tidak, hasil dari tindakan anda pasti akan tampak nantinya.
Kami katakan ini, sesuai apa yang telah kami alami, banyak, bukan di tempat kalian di Indonesia, mereka yang menempatkan diri pada posisi seperti ini, lalu pada akhirnya, apa?
Hancur!
Ini bukan dalam rangka mengungkapkan kesenangan saya akan ketergelincirannya. Saya tidak pernah menginginkannya hancur, yang saya inginkan adalah dia kembali bersama saudara-saudaranya, saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dimana saling tolong menolong menuju persatuan adalah yang paling agung diantaranya, serta tidak tolong menolong dalam dosa dan permusuhan, dimana usaha menuju perpecahan termasuk salah satu darinya.
Na`am
Wahai Syaikh, jika anda membicarakan Luqman disini, bukan dihadapan para masyayikh, maka akan jadi masalah?
Apa maksud dari pertanyaan ini? Siapa yang menanyakan ini? Jelaskan, tidak masalah..
Jika anda hanya berbicara dihadapan kami, namun tidak berbicara dihadapan masyayikh di Arab Saudi, maka hal tersebut akan menyisakan masalah bagi kami sepeninggal anda ke negeri anda nantinya. Dan akan tersebar isu bahwa ini adalah bentuk makar Ustadz Dzulqarnain dan mereka yang bersamanya?
Ikhwah, kalian lihat disini saya berbicara tentang Luqman hanya yang berkaitan dengan masalahku. Benar atau tidak? Perkataanku direkam. Hanya terkait hal-hal yang berkaitan denganku. Adapun apa yang berkaitan dengan kalian dan dakwah disini, maka saya wasiatkan untuk rujuk pada `ulama. Saya juga mengatakan tentang pembicaraan dia atas kalian di internet, jangan perdulikan hal tersebut! Tinggalkan dia! Biarkan dia mengatakan apa yang ia inginkan.
Adapun perkataanku saat ini, dalam rangka meyakinkan kalian bahwa orang ini tergesa-gesa. Saya masih mengatakan hal ini, dan menyarankan dia untuk berhati-hati. Jika ia mau rujuk dari apa yang ia katakan tentangku, maka saya akan katakan padanya jazaakallaahu khayran. Demi Allah, ini semua bukan dalam rangka menampakkan keutamaanku. Saya bersaksi pada Allah bahwa bukan itu yang saya inginkan. Hanya agar ia mau berhati-hati.
Seseorang yang mengatakan padaku perkataan semacam ini (majhul, pen), saya katakan padanya, anda tidak berhak untuk mengatakan hal tersebut. Cukup ajarkan manusia, tanamkan pada mereka dasar-dasar ilmu, sibukkanlah diri anda dengan ilmu. Adapun menjarh dan menta`dil, itu bukanlah keahlian maupun urusan anda.
Walau seandainya Syaikh Rabi` merekomendasikannya, namun Syaikh tidaklah menjadikannya rujukan bagi kalian di Indonesia. Benar atau tidak? Harus dibedakan antara dua hak ini.
Saya tidaklah mengenalnya dan seluk beluknya, saya hanya berucap tentangnya berkaitan apa yang telah ia ucapkan tentangku, benar atau tidak? Kemudian nampak bagiku dari cara yang ia tempuh untuk membantahku, bahwa dia adalah seorang mutasarri`. Orang ini tidaklah berjalan diatas kaedah para `ulama. Sama saja, ia suka ataupun tidak suka, inilah kebenaran yang saya berani pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Dia terima atau tidak, inilah ucapanku, diatas hujjah dan bukti-bukti, bukan didasari hawa nafsu.
Darimana engkau dapatkan kaedah dan perkataan seperti ini?!
Adapun pembicaraan dihadapan masyayikh, maka kalian akan melihatnya insyaAllah. Dan hasil dari semua ini akan tampak.
Kami selalu berdo`a kepada Allah untuk mengumpulkan serta mempersatukan kalian.
Na`am

TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar